Seni Fotografi dalam Pusaran Teknologi: Dari Pengancam Menjadi yang Terancam
"Jangan takut dengan teknologi. Sebaliknya, manfaatkan itu untuk memperkaya karya Anda. AI bukan lawan, tetapi alat untuk mendukung ide-ide Anda,”
SURABAYA, SJP - Fotografi penuh dengan dinamika. Di masa lalu, seni lukis sempat merasa "terancam" ketika kamera pertama kali ditemukan. Pelukis tradisional menganggap fotografi sebagai ancaman besar terhadap eksistensi mereka.
Namun, seiring waktu, fotografi tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjadi medium seni yang kuat, bahkan berdampingan dengan seni lukis. Kini, fotografer menghadapi situasi serupa, kehadiran Artificial Intelligence (AI) yang mengubah lanskap kreatif dunia visual.
Namun, apakah AI benar-benar ancaman? Atau, seperti fotografi yang dulu dianggap mengancam seni lukis, AI hanyalah alat baru yang dapat memperkaya kreativitas?
Yulius Widi, dosen mata kuliah fotografi di Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya (ISTTS), memiliki pandangan yang menarik tentang hubungan antara fotografi dan AI.
"Fotografi dulu menggantikan banyak peran seni lukis, terutama dalam menangkap realitas. Saat itu, pelukis takut kehilangan tempat karena fotografi bisa membuat gambar lebih cepat dan akurat," ujar Yulius, Jumat (20/12/2024).
"Sekarang, fotografer menghadapi situasi yang mirip dengan adanya AI. Banyak yang khawatir teknologi ini akan menggantikan peran mereka," imbuhnya.
Namun, menurut Yulius, kekhawatiran ini bisa disikapi dengan bijak. Baginya, AI pun sama halnya seperti kamera, yang pada awal kali ditemukan, kedua teknologi tersebut sama-sama sebuah alat.
"Yang membedakan hasil karya seorang manusia dengan mesin adalah kreativitas dan hati nurani," tambahnya.
Ia memberikan analogi menarik, AI dalam fotografi seharusnya dilihat sebagai "pendamping" yang membantu proses kreatif, bukan sebagai pengganti.
"Fotografi tetap membutuhkan sentuhan manusia, baik dalam komposisi, pengambilan sudut, maupun narasi di baliknya. AI hanya membantu dalam hal teknis, seperti editing atau pengolahan gambar," jelasnya.
Dalam fotografi modern, AI telah membantu menciptakan efek visual yang sulit dicapai secara manual. Beberapa fotografer bahkan memanfaatkan AI untuk mengembangkan gaya baru dalam karya mereka.
Namun, Yulius mengingatkan, menggunakan AI sepenuhnya tanpa proses kreatif manusia akan menghilangkan esensi seni fotografi itu sendiri.
"Misalnya, jika Anda hanya mengetikkan prompt untuk menghasilkan gambar tanpa proses fotografi sama sekali, itu bukan fotografi. Itu adalah seni lain yang juga menarik, tetapi tidak sama," tegasnya.
Pandangan ini tercermin dalam pameran seni fotografi yang diselenggarakan oleh anak didiknya di ISTTS. Dalam pameran tersebut, para peserta diberikan kebebasan penuh untuk mengekspresikan ide mereka melalui serangkaian foto.
Banyak dari mereka memanfaatkan teknologi AI untuk membantu menyempurnakan hasil karya, tetapi tetap mempertahankan elemen manual seperti pengambilan foto dan pengembangan narasi.
"Peserta pameran ini diberi kebebasan penuh untuk mengeksplorasi kreativitas tanpa batasan dari pihak luar. Mereka memadukan teknologi modern dengan sentuhan personal mereka, sehingga hasilnya tetap autentik," ujar Yulius.
Yulius optimis bahwa fotografi akan menemukan jalannya untuk bertahan dan berkembang, seperti yang terjadi pada seni lukis di masa lalu.
"Pada akhirnya, kreativitas manusia akan selalu menjadi nilai tambah yang tidak bisa ditiru oleh AI. Teknologi akan terus berkembang, tetapi hati dan jiwa dalam sebuah karya seni adalah sesuatu yang unik," katanya.
Bagi fotografer muda, ini adalah momentum untuk mengembangkan kreativitas lebih tinggi lagi. Yulius dengan tegas mendorong generasi muda untuk tidak takut terhadap teknologi, melainkan harus berani mengendalikan teknologi.
“Jangan takut dengan teknologi. Sebaliknya, manfaatkan itu untuk memperkaya karya Anda. AI bukan lawan, tetapi alat untuk mendukung ide-ide Anda,” pungkasnya.
Seperti seni lukis yang tidak pernah benar-benar hilang, fotografi pun akan menemukan keseimbangannya di era teknologi yang semakin maju. Yang terpenting, kreativitas dan jiwa manusia tetap menjadi pusat dari semua karya seni, termasuk fotografi. (*)
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?