Perhimpuanan Guru Dorong Mendikdasmen Abdul Mu'ti Libatkan Semua Stakeholder dalam Penyusunan Kebijakan Kurikulum
Salah satu kritik utama adalah kebijakan pendidikan yang terkesan sepihak dan kurang mendengarkan masukan dari masyarakat
Suarajatimpost.com - Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, berharap Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, dapat lebih melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan dalam proses penyusunan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan kurikulum.
Satriwan menyatakan bahwa sejauh ini pihaknya belum terlibat dalam diskusi mengenai kebijakan kurikulum yang digagas oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“Disayangkan bahwa janji Pak Mu’ti untuk melibatkan semua stakeholder pendidikan belum terlihat selama ini. Kami berharap ada lebih banyak diskusi atau forum diskusi yang melibatkan organisasi pendidikan dan organisasi guru,” ujar Satriwan dalam wawancara virtual dengan Beritasatu.com.
Satriwan juga menyoroti kekhawatiran yang muncul selama masa kepemimpinan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim. Salah satu kritik utama adalah kebijakan pendidikan yang terkesan sepihak dan kurang mendengarkan masukan dari masyarakat.
“Kami berharap di era Pak Mu’ti, kebijakan pendidikan bisa melibatkan semua stakeholder sehingga hasilnya mencerminkan harapan seluruh elemen bangsa,” tambahnya.
P2G sendiri sangat terbuka terhadap perbaikan kurikulum, termasuk pendekatan seperti deep learning. Namun, Satriwan menegaskan bahwa perubahan kurikulum secara besar-besaran belum diperlukan, mengingat Kurikulum Merdeka yang baru diterapkan baru berjalan sekitar satu tahun.
“Pendekatan, seperti deep learning, mindful learning, atau joy learning bisa diterima asalkan konsepnya sesuai dan efektif dalam pengajaran. Namun, yang penting adalah jangan langsung mengubah paradigma kurikulum,” jelasnya.
Satriwan juga mengkritik penggunaan platform Merdeka Mengajar untuk pelatihan implementasi Kurikulum Merdeka. Menurutnya, platform ini menjadi beban digital bagi banyak guru, terutama yang berada di daerah terpencil yang kesulitan mengaksesnya.
“Platform Merdeka Mengajar seharusnya menjadi platform pelatihan bersama, bukan satu-satunya media pelatihan. Kami berharap ada reformulasi dalam penggunaan platform ini di era Mendikdasmen Abdul Mu’ti,” tambahnya.
Selain itu, Satriwan mengingatkan pentingnya penamaan kurikulum yang lebih netral dan tidak terasosiasi dengan tahun pemerintahan tertentu. Ia mengusulkan agar kurikulum diberi nama yang lebih universal, seperti Kurikulum 2024 atau Kurikulum 2025, untuk menjaga keberlanjutan dan menghindari asosiasi dengan pemerintahan tertentu.
“Misalnya, Kurikulum Merdeka bisa diganti menjadi Kurikulum 2024 atau Kurikulum 2025, dengan isi yang tetap sama,” tandas Satriwan. (**)
sumber: beritasatu.com
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?