Narasi Kebenaran yang Tertindas: Monolog Novi Arianto Gemakan Suara Rakyat

Dalam narasinya, di balik gembar-gembor sistem pemerintahan rakyat, masih banyak suara yang terpinggirkan, tertindas oleh ketidakadilan dan kebohongan.

22 Jun 2024 - 07:00
Narasi Kebenaran yang Tertindas: Monolog Novi Arianto Gemakan Suara Rakyat
Aksi panggung seni teater monolog Narasi Kebenaran yang Tertindas: Monolog Novi Arianto Gemakan Suara Rakyat. (Foto: Jefri Yulianto/SJP)
Narasi Kebenaran yang Tertindas: Monolog Novi Arianto Gemakan Suara Rakyat
Narasi Kebenaran yang Tertindas: Monolog Novi Arianto Gemakan Suara Rakyat

Surabaya, SJP - Di atas panggung, sorot lampu menyorot tajam ke arah Novi Arianto. Sosoknya yang tegas dan penuh penjiwaan menyampaikan monolognya dengan penuh semangat, Jumat (21/6).

Lakon ini bukan sekadar pertunjukan biasa, melainkan aksi panggung kritik yang menyuarakan narasi kebenaran yang perlu ditegakkan.

Novi Arianto, sang aktor sekaligus sutradara, membawa penonton menyelami realitas pahit demokrasi di Indonesia. 

Dalam narasinya, di balik gembar-gembor sistem pemerintahan rakyat, masih banyak suara yang terpinggirkan, tertindas oleh ketidakadilan dan kebohongan.

"Demokrasi," Novi memulai monolognya, "hanya menjadi slogan semata. "Kata-katanya menggema di ruangan, menusuk sanubari penonton.

Ia melukiskan realitas pahit rakyat yang hidup di pinggiran, menanti keadilan yang tak kunjung datang.

"Harapan dan keadilan bagaikan dua sisi koin yang berbeda," lanjutnya. 

Demokrasi digaungkan sebagai hak istimewa rakyat, namun ironisnya, rakyat justru dicurangi dan ditindas.

Novi Arianto tak ragu untuk melontarkan kritik pedas terhadap para pejabat yang mengabaikan kebenaran dan membiarkan negara terguncang. 

Aksi panggungnya menegaskan bahwa ini bukan tentang filosofi hitam dan putih, melainkan tentang perjuangan kebenaran untuk bersinar.

"Kebenaran perlu ditegakkan," seru kritik tajamnya geitik arti perubahan, revolusi mental bangsa untuk keluar dari belenggu ketidakadilan.

Meskipun kehancuran tampak di depan mata, Novi Arianto meyakinkan bahwa pemulihan, perubahan, dan revolusi mental bangsa akan segera terwujud. 

Gambaran teater monolog dibawakannya bagaikan lentera di tengah kegelapan, membangkitkan semangat para penonton untuk bangkit dan memperjuangkan kebenaran.

Monolog Novi Arianto adalah tamparan keras bagi para pemimpin bangsa. 

"Sebuah pengingat bahwa suara rakyat tak boleh dibungkam, dan kebenaran harus selalu ditegakkan, demi masa depan bangsa yang lebih adil dan sejahtera," tegasnya.

Pertunjukan teater monolog ini bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah refleksi kritis terhadap realitas demokrasi di Indonesia. 

Sebagai penutup wawancara, Novi Arianto, melalui aktingnya yang memukau, berhasil mengantarkan pesan moral tentang pentingnya menegakkan kebenaran dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat.

Pesan moralnya, dalam bingkai monolog Novi tersirat bila kehancuran ada di depan mata, maka petinggi negara dapat menenangkan dan meyakinkan bahwa pemulihan, perubahan serta revolusi mental bangsa akan segera teratasi. 

"Sebab merawat atau membunuh sama saja, pasti ada yang tumbuh," tutupnya.(*)

Editor: Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow