Ketua FRMJ Nilai Rencana Pengosongan Ruko Simpang Tiga Jombang Prematur

Penghuni ruko tetap taat pajak yang dapat dibuktikan dengan SSPD Pajak Bumi dan Bangunan sampai Tahun 2024 terbayar ke Bapenda Kabupaten Jombang

16 Aug 2024 - 09:15
Ketua FRMJ Nilai Rencana Pengosongan Ruko Simpang Tiga Jombang Prematur
Ketua FRMJ Joko Fattah Rochim menilai pengosongan Ruko Simpang Tiga prematur. (Fredi/SJP)

Kabupaten Jombang, SJP - Ketua Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) Joko Fattah Rochim menilai rencana pengosongan terhadap Ruko Simpang Tiga Jombang oleh Pemkab Jombang merupakan tindakan prematur. 

Fattah menilai dalam masalah tersebut, penghuni atau pemilik ruko tidak bisa ditetapkan sebagai objek dari perkara berdasarkan surat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Mereka tidak semestinya diusir paksa dari lokasi. 

Pasalnya penghuni Ruko Simpang Tiga memiliki HGB serta membayar Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). 

Bahkan menurut penuturan penghuni, mereka sudah melakukan pembayaran sampai 2024 melalui pembayaran online. Mereka juga menitipkan sejumlah uang ke Bank Negara Indonesia (BNI) dan Diperindag Jombang atas perintah Kejaksaan Negeri Jombang. 

"Pengosongan Ruko Simpang Tiga terlalu prematur, seharusnya terlebih dahulu ada gugatan - gugatan dari Pemerintah Daerah melalui pengadilan, yang berhak mengeksekusi juru sita pengadilan," kata Fattah kepada wartawan, Jumat (16/8). 

Fattah menyayangkan sikap dari Kejaksaan Negeri Jombang yang hendak menetapkan tersangka. Hematnya penghuni ruko tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka. Pasalnya penghuni Ruko Simpang Tiga memegang bukti Surat yang ditandatangani Notaris dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

"Terbitnya Hak Guna Bangunan yang diterbitkan oleh BPN, termasuk Bapenda yang menerima pembayaran SPPT," urai Fattah. 

Lebih lanjut, para penghuni ruko selalu berpegang teguh pada surat HGB yang diterbitkan oleh BPN atas dasar jual beli. Justru yang belum ada surat kesepakatan sewa dimana belakangan para penghuni ruko dimintai pembayaran uang sewa. 

Jika pun dinyatakan sejak tahun 2016 HGB dinyatakan habis, pada saat itu juga tidak adanya kepastian hukum. Penghuni ruko tetap berusaha taat pajak yang dapat dibuktikan dengan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) Pajak Bumi dan Bangunan sampai Tahun 2024 terbayar ke Bapenda Kabupaten Jombang. 

"Ini jelas pemerintah melakukan pembiaran, sejak 2017 mereka (penghuni ruko) membayar kok tidak dipanggil, termasuk titip uang sejak tahun 2017, kenapa dibiarkan saja," tandas Fattah. 

"Sertifikat itu beli bkn berbunyi sewa atau kontrak nilainya lumayan hingga ratusan jt sertifikat HGB perpanjangan dari thn 1999," bebernya. 

Mestinya pemerintah memanggil atau memperkarakan PT Suryatamanusa Karya Pembangunan selaku penjual ruko Simpang Tiga. "Menjual kok habisnya tahun 2017, yang menerbitkan sertifikat adalah BPN yang harus bertanggung jawab," ujarnya. 

Jika sejak awal tahu lokasi ruko Simpang Tiga bermasalah, tidak mungkin mereka bertahan di lokasi tersebut.  "Karena mereka sudah berpegangan dengan PT, jadi mereka tidak tahu kerjasama MOU antar PT dengan Pemerintah bagaimana, mestinya PT dipanggil, Notaris, BPN dan Bapeda juga dipanggil," Fattah memungkasi. (*) 

Editor: Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow