Ini 7 Desa di Bondowoso yang Kaya Akan Budaya
Semua desa budaya ini memiliki ciri khas berbeda yang harus dilestarikan agar tak lekang di makan zaman.
BONDOWOSO, SJP – Pemerintah Kabupaten Bondowoso terus mencanangkan desa budaya, sebagai cara untuk melestarikan kebudayaan, tradisi dan kesenian asli daerah dari gempuran teknologi di era globalisasi.
Sejak tahun 2017 hingga tahun 2024, kabupaten yang dikenal sebagai Bumi Ki Ronggo ini, ternyata telah memiliki 7 desa budaya yang tersebar di 7 kecamatan.
Pencanangan desa budaya ini diharapkan mampu mempertahankan kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur dan tetap bertahan di tengah gempuran teknologi digital.
Desa budaya ini menjadi gambaran dan upaya berbagai pihak dalam melestarikan budaya asli daerah, sehingga para generasi Z tetap mengetahui dan tidak melupakan sejarah, budaya dan kesenian asli yang ada di tempat tinggalnya.
Untuk mengulas lagi desa budaya yang ada di Kabupaten Bondowoso, suarajatimpost menyajikan informasi desa mana saja yang telah dicanangkan menjadi desa budaya.
Sejak 2017, tercatat hanya tahun 2020 saja, pemerintah setempat tidak mencanangkan desa budaya. Berikut ulasan desa mana saja dan budaya apa yang membuat desa tersebut dinobatkan sebagai desa budaya :
1. Tradisi Gugur Gunung di Desa Ramban Kulon
Desa di Kecamatan Cermee ini dinobatkan sebagai desa budaya pertama di Bondowoso, di era kepemimpinan Bupati Amin Said Husni. Alasannya, karena di desa ini ada sumur peninggalan jaman Majapahit yang tidak pernah mengering meskipun musim kemarau.
Di sana juga masih terdapat rumah adat yang kondisinya masih sama persis dengan waktu pertama kali dibangun. Desa Ramban Kulon sebagai pilot project desa budaya diresmikan pada acara puncak peringatan ‘Gugur Gunung’ tahun 2017.
Gugur Gunung merupakan sebuah acara sakral sebagai wujud syukur masyarakat yang ada di tiga desa. Disana warga berkumpul dengan membawa aneka macam makanan dan menggelar pujian, pengajian serta berbagai lomba tradisional.
2. Budaya Ronjhengan di Desa Prajekan Lor
Desa budaya ini diresmikan pada tahun 2018 oleh Bupati Amin Said Husni, dalam sebuah pagelaran pentas opera dengan bertajuk ‘Jimat’ dan penggelaran tabuh lesung (Ronjhengan).
Desa yang berada paling utara di Bondowoso ini berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan memiliki sejarah penting. Disana, ada suatu kawasan dimana banyak ditancapkannya tonggak-tonggak sebagai penanda suatu kehadiran, sebagai wilayah transit raja-raja.
Kesenian yang poluler adalah Ronjhengan, sebuah lesung kayu yang dijadikan tempat untuk menumbuk padi menjadi beras. Namun, para petani kala itu sembari menumbuk padi, juga menabuhnya dengan irama yang enak di dengar.
Kebanyakan kaum ibu-ibu yang menabuh lesung kayu ini, juga menyanyikan syair-syair pujian, pantun dan lagu tradisi dengan bahasa Madura.
Sembari mempermainkan gentong- gentong, para penumbuk padi yang dipukul kepada lesung, dapat menimbulkan bunyi yang beraneka ragam dan serasi, sehingga menguatkan mereka untuk menumbuk padi selama mungkin.
3. Rokatan Pandebeh di Desa Banyuputih
Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin dinobatkan sebagai desa budaya, pada tahun 2019, semasa kepemimpinan Bupati KH Salwa Arifin dan Wakil Bupati Irwan Bachtiar Rahmat.
Desa ini dicanangkan sebagai desa budaya, karena memiliki tradisi dan adat desa rokatan pandebeh (Rumatan Pandowo) yang dipadukan dengan iringan selawat, macopat, hadrah, musik kentongan, dan ronjhengan.
Rokatan Pandebeh, merupakan sebuah upacara pembebasan seorang anak pandhaba dari roh jahat atau nasib buruk yang akan menimpa, serta sebagai sarana untuk melindungi dari segala bentuk marabahaya yang konon akan mengganggu perjalanan hidupnya di dunia.
Sampai saat ini, di Desa Banyuputih, seseorang yang ingin melaksanakan rokatan pandebeh untuk anaknya, biasanya akan menggelar berbagai macam jenis kesenian tradisi sebagaimana upacara-upacara ritual yang lain, macapat, ludruk dan berbagai kesenian lainnya yang mengandung unsur bunyi-bunyian.
4. Singo Ulung, Ojung dan Topeng Kona di Desa Blimbing
Desa Blimbing Kecamatan Klabang, dinobatkan sebagai desa budaya ke 4 pada tahun 2021, karena memiliki banyak warisan budaya yang masih tetap dilestarikan. Bahkan, bisa dikatakan, desa ini paling ideal dinobatkan sebagai sentranya budaya di Bondowoso.
Karena, sampai saat ini budaya asli desa ini selalu dipertontonkan dalam setiap kegiatan pemerintahan dan untuk menyambut tamu istimewa yang datang ke Bumi Ki Ronggo. Di antaranya, Singo Ulung, Ojung dan tari Topeng Konah.
Singo ulung bahkan dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda nasional pada tahun 2015 oleh Kementerian dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sedangkan, Topeng Kona, baru-baru ini dijadikan maskot Pilkada Bondowoso yang digelar pada 27 November 2024 lalu.
Kemudian, untuk tarian Ojung, sampai saat ini tetap digelar oleh masyarakat setempat setiap musim kemarau yang berkepanjangan. Pasalnya, selain sebuah tarian, Ojung menjadi sebuah ritual masyarakat setempat untuk meminta hujan kepada sang pencipta.
5. Sentra Ludruk di Desa Sukosari Kidul
Desa budaya yang kelima di Kabupaten Bondowoso adalah Desa Sukosari Kidul, yang diresmikan tahun 2022 di objek wisata Tirta Agung, oleh Bupati KH Salwa Arifin.
Dinobatkannya desa ini sebagai desa budaya, melalui pembinaan dan pendalaman terhadap 45 pelaku budaya dan tradisi yang ada di Sukosari Kidul. Disana ada kesenian hadrah, dan ludruk masing-masing ada 15 anggota atau sekitar 30 anggota.
Kemudian, ada tarian jaran kencak sebanyak empat kelompok, dan kesenian macapat sebanyak dua kelompok. Desa ini juga memiliki objek wisata, Tirta Agung, yang telah terpilih seabagai juara 2 Anugerah Desa Wisata Indonesia.
Dinobatkannya desa ini sebagai desa budaya, karena masyarakat sekitar selalu mengkolaborasikan budaya dengan pariwisata. Bahkan, desa ini pernah didatangi langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.
6. Sentra Pengrajin Keris di Desa Karang Melok
Desa Karang Melok, Kecamatan Tamanan, dicanangkan menjadi desa budaya pada Juli 2023. Karena, desa ini memiliki beraneka ragam budaya dan kesenian yang harus dilestarikan.
Desa ini sudah dikaji selama 5 bulan dan disini ada beberapa jenis indikator, di antaranya, seni budaya ludruk, macopat, sentra pengrajin keris, ronjhengan, adat lepasan merpati dan pencak silat.
Desa ini adalah sentra pengrajin keris yang selalu menggelar kegiatan Tosan Aji salah satu budaya istimewa di desanya dengan menampilkan segala senjata tradisional yang terbuat dari logam, salah satunya keris.
Keris ini sebagian dari sejarah budaya yang pemegangnya tidak bisa sembarangan. Sehingga, warga setempat merasa bangga memiliki keris yang beda dari pusaka-pusaka lainnya.
7. Totta’an Dhereh Desa Klabang
Meskipun berganti kepemimpinan, Kabupaten Bondowoso di era Penjabat (Pj) Bupati Bambang Soekwanto, tetap mencanangkan desa budaya melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora).
Desa Klabang Kecamatan Tegalampel menjadi desa ketujuh yang dicanangkan menjadi desa wisata. Desa ini memiliki sejumlah potensi antara lain budaya totta’an dhereh (lepas merpati).
Sementara dari sisi geografis, desa ini juga sangat memungkinkan karena tempat itu dinilai sebagai tempat yang eksotik terutama di malam hari, apalagi di sekelilingnya terdapat Gunung Purnama dan pemandangan alam yang indah.
Totta’an dereh merupakan tradisi masyarakat setempat yang mayoritas memiliki burung merpati yang bisa dilepas di suatu tempat dan bisa pulang kembali ke kandangnya.
Burung merpati yang menjadi simbol kesetiaan dan perdamaian ini, dibawa ke satu tempat oleh beberapa orang. Jumlahnya bahkan sampai puluhan dan dilepas secara bersamaan.
Mereka yang terbang berhamburan akhirnya bisa bersatu kembali dengan kelompoknya (koloni) dan setelah berkumpul burung merpati ini pun pulang ke kandang mereka.
Dari tujuh desa yang sudah dicanangkan menjadi desa wisata, pemerintah setempat ingin terus memberikan pendampingan dan dukungan agar budaya di masing-masing desa tetap lestari. (**)
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?