Hari Ini Mendaftar, Tidak Ada Alasan Mencoret Abah Anton Untuk Maju Calon Wali Kota Malang
Dibalik masih adanya kegaduhan terkait dengan perdebatan bisa atau tidak bisanya Abah Anton maju sebagai calon walikota Malang, nyatanya justru Abah Anton - Dimyati mendapat tambahan dukungan atau rekomendasi dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Kota Malang, SJP – Pasangan calon Moch Anton atau yang akrab disapa Abah Anton dan Dimyati Ayatullah, direncanakan mendaftarkan diri di KPU Kota Malang hari ini, Rabu (28/8/2024).
Dibalik masih adanya kegaduhan terkait dengan perdebatan bisa atau tidak bisanya Abah Anton maju sebagai calon walikota Malang, nyatanya justru Abah Anton - Dimyati mendapat tambahan dukungan atau rekomendasi dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Surat rekomendasi dari PAN diberikan oleh DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) PAN Jawa Timur (Jatim) kepada paslon tersebut kemarin, Senin (26/8/2024) di Surabaya.
Hal ini berarti sudah ada tiga partai yang mendukung pasangan Abah Anton – Dimyati, menyusul rekomendasi sebelumya dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Demokrat yang telah mendeklarasikan dukungan untuk Abah Anton dan Dimyati terlebih dahulu.
Tidak menutup kemungkinan pasangan ini juga akan mendapatkan dukungan dari partai di luar parlemen.
Sementara itu, terkait dengan masih adanya keriuhan terkait pandangan terhadap Abah Anton dapat maju atau tidak, menurut pandangan dari praktisi hukum Wiwid Tuhu Prasetyanto, SH MH, menjelaskan, seharusnya tidak ada alasan untuk mencoret Abah Anton untuk maju menjadi calon Walikota Malang.
“Tidak ada alasan hukum yang bisa digunakan untuk menghalangi Abah Anton maju sebagai Calon Wali Kota Malang, sebab dalam beberapakali Keputusan MK setidaknya Nomor 12/PUU-XXI/2023, Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024, Nomor 54/PUU-XXII/2024 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam pertimbangannya selalu terdapat pembahasan berkenaan dengan pemahaman terhadap ancaman pidana paling tinggi (maksimal) 5 tahun dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih yang seolah-olah masa tunggu 5 tahun dapat diberlakukan terhadap keduanya karena sama-sama menentukan ancaman pidana yang beririsan dengan 5 tahun,” jelas Wiwid Tuhu saat diwawancari oleh suarajatimpost.com.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dua jenis ancaman pidana tersebut memiliki garis demarkasi yang jelas terpisah dan tidak berarsiran satu sama lain, sehingga haruslah dibedakan karena hal tersebut berkaitan dengan doktrin batas yang secara universal yang dijadikan parameter untuk menentukan jenis tindak pidana berat dan tidak berat yang dianggap telah terbukti di pengadilan dilakukan oleh terpidana.
Dalam hal ini bisa diartikan bahwa, tindak pidana yang dilakukan oleh Abah Anton, secara teori hukum dianggap sebagai tindak pidana berkualifikasi tidak berat, sehingga hanya diancam pidana maksimal 5 tahun, dan oleh sebab itu tidak terikat dengan ketentuan harus menunggu masa jeda selama 5 tahun setelah melewati atau menjalani masa pemidanaan. (**)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?