Dukung Inklusifitas: Baznas Jatim Dorong Akses Al-Qur'an bagi Penyandang Tunarungu
Baznas Jatim meningkatkan akses pembelajaran Al-Qur'an bagi penyandang tunarungu dengan memberikan beragam dukungan meliputi program pelatihan, penyebaran mushaf bahasa isyarat, dan beasiswa pendidikan tinggi.
SURABAYA, SJP - Bagi sebagian orang, membaca Al-Qur'an mungkin hanya soal memahami aksara Arab. Namun, bagi mereka yang lahir dengan keterbatasan pendengaran atau tunarungu, ini menjadi tantangan yang jauh lebih besar.
Keterbatasan bukanlah akhir dari jalan, justru menjadi pemacu untuk menciptakan inovasi yang inklusif. Sejalan dengan ini, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Timur memberikan perhatian khusus untuk meningkatkan akses pembelajaran Al-Qur'an bagi penyandang disabilitas tunarungu.
Berkenaan dengan upaya tersebut, Ketua Baznas Jawa Timur, Prof. Ali Maschan Musa, mengungkapkan bahwa pihaknya terus gencar dalam memberikan dukungan terhadap kaum tunarungu melalui berbagai program.
"Tiap tahun kami menganggarkan Rp100 juta untuk kaum tunarungu, termasuk juga dengan mengadakan Training of Trainer (ToT) bagi pengajar Al-Qur’an Bahasa Isyarat dan Braille," jelas Prof. Ali saat dikonfirmasi pada Jumat (11/10/2024).
"Setidaknya ada sebanyak 40 pelatih yang akan mengajari 1500 orang disabilitas tuli yang ada di seluruh Provinsi Jawa Timur," imbuhnya.
Prof. Ali menyebut bahwa salah satu langkah nyata dalam upaya ini ialah kehadiran Mushaf Al-Qur'an dengan menggunakan bahasa isyarat yang disusun oleh Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) bersama dengan Kementerian Agama (Kemenag).
"Sebenarnya mushaf Al-Qur'an ini tidaklah baru, namun dulunya itu masih belum pakem dan modelnya berbeda-beda, nah barusan kemarin Kemenag telah disepakati modelnya dan sekarang harus kita sebarluaskan," bebernya.
Namun, kata Prof. Ali, jumlah cetakan mushaf Al-Qur'an berbahasa isyarat saat ini masih sangat terbatas. Hal itu dikarenakan halamannya yang tebal dan harus dibagi menjadi 2 cetakan dengan masing-masing 15 juz.
"Karena itu kita dari Baznaz Jatim bersama dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur ikut membantu, tidak hanya untuk dana namun juga dalam upaya menyebarluaskannya," ucap Prof. Ali.
Dirinya menambahkan, melalui upaya ini, pihaknya ingin meyakinkan bahwa kemampuan untuk berkomunikasi dan membaca Al-Qur'an itu tidak hanya bergantung pada indera pendengaran, tetapi juga bisa dilakukan dengan hati.
Prof. Ali menyoroti salah satu guru pengajar tunarungu sekaligus Gerkatin dan pendiri Rumah Quran Sabar Tuli di Kediri, yang bernama Maskurun Yuyun. Tidak hanya sebatas pengajar, Yuyun adalah orang yang menyusun mushaf Al-Qur'an berbahasa isyarat yang dipatenkan oleh Kemenag.
"Bu Yuyun ini dulu juga tidak bisa bicara, tapi sekarang dia tidak hanya bisa berbicara, tetapi juga bisa mengajar ngaji. Itu semua berkat perjuangannya yang penuh dengan kesabaran dan ketekunan," cerita Prof. Ali.
Dirinya mengatakan bahwa tiap tahun, jumlah teman-teman penyandang tuna rungu yang bisa berbicara tiap tahunnya mengalami kenaikan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang memiliki profesi sebagai guru.
"Maka dari itu kita juga menyediakan beasiswa hingga delapan semester untuk mahasiswa tunarungu yang melanjutkan studi di pendidikan tinggi," terangnya.
Kendati demikian, Prof. Ali juga ingin mengungkapkan realitas jumlah penyandang disabilitas tuna rungu. Meskipun data resmi mencatat hanya 150 penyandang tunarungu di Jawa Timur, Prof. Ali menyebut bahwa angka riil bisa mencapai 10 kali lipat.
"Kami memprediksi ada sekitar 1.500 orang tunarungu di Jawa Timur," katanya, merujuk pada perkiraan bahwa banyak penyandang disabilitas ini belum terdata dengan baik.
Di akhir wawancara, Prof. Ali menyampaikan pesan penting tentang welas asih dan kesetaraan.
"Kita yang normal harus punya welas asih. Tuhan memberikan kelebihan kepada kita, tapi juga memberikan kelebihan kepada mereka. Kita semua harus disamakan," tukasnya. (*)
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?