Berburu Foto Estetik Saat Pembuatan Ongkek Yadnya Kasada
Ongkek dibuat di tiap desa, di Lereng Bromo, yang merayakan Yadnya Kasada. Ongkek merupakan sebuah tatanan sesajen yang berupa pikulan dengan aneka hasil bumi warga masyarakat Suku Tengger.
Kabupaten Probolinggo, SJP - Yadnya Kasada merupakan warisan budaya warga Suku Tengger, di Lereng Bromo, Jawa Timur. Salah satu piranti penting dalam Yadnya Kasada, adalah pembuatan Ongkek.
Atau bahasa sederhananya, adalah sesaji yang dilarung ke Kawah Gunung Bromo ketika puncak perayaan Yadnya Kasada, setiap tanggal 15 bulan Kasada dalam kalender Tengger.
Ongkek ini, memiliki filosofi dan makna tersendiri bagi warga Tengger.
Proses pembuatannya pun, terbilang rumit dan harus memenuhi sejumlah syarat wajib.
Ongkek dibuat di tiap desa, di Lereng Bromo, yang merayakan Yadnya Kasada. Ongkek merupakan sebuah tatanan sesajen yang berupa pikulan dengan aneka hasil bumi warga masyarakat Suku Tengger.
Mulai dari sayuran, bunga, janur, sampai sari atau uang. Pembuatan ongkek, dikerjakan oleh lelaki Tengger secara gotong royong di halaman rumah Kepala Desa.
Adapun filosofi yang terkandung dalam ongkek yakni Tandur Tuwuh melambangkan wujud syukur dan berkah. Selama satu tahun, warga diberikan rezeki berupa hasil bumi yang melimpah.
Karena itulah, ongkek diisi dengan aneka hasil bumi. Mulai dari kentang, bawang, kelapa, pisang, bunga kenikir, sampai uang. Kendati dibuat oleh masing-masing desa di lereng Tengger, tidak semua desa bisa membuat serta membawa ongkek saat Yadnya Kasada.
Sugeng Laksono, salah seorang warga Tengger menjelaskan, ada hitungan memasuki bulan suci menjelang Yadnya Kasada. Jika dalam masa hitungan bulan suci menjelang Yadnya Kasada itu ada orang meninggal di desa yang bersangkutan, maka desa tersebut tidak bisa membuat ongkek atau mempersembahkan rasa syukurnya.
“Jadi menjelang Yadnya Kasada, desa harus dipastikan bersih dan suci, artinya tidak ada warga yang meninggal. Tahun ini, di Wonotoro tidak ada warga yang meninggal. Sehingga bisa membuat ongkek,” jelasnya, Sabtu (22/06).
Tahun ini, momen pembuatan ongkek di Desa Wonotoro, sedikit berbeda. Pasalnya rombongan fotografer profesional tanah air, berkumpul untuk berburu foto estetik.
Salah seorang fotografer yang ikut berburu keseruan pembuatan ongkek, adalah Dhiky Aditya. Jarinya tak henti memencet tombol shutter kamera yang digunakannya. Mengabadikan momen pembuatan ongkek di halaman rumah sesepuh adat suku Tengger di Desa Jetak.
Para fotografer profesional ini sangat terkesan dan bangga karena warga suku Tengger masih memegang teguh adat budaya warisan leluhur, yang tentunya syarat akan filosofi dan makna mendalam bagi kehidupan bermasyarakat saat ini.
Dhiky katakan, dari sudut pandang fotografer, ongkek bukan sekedar rangkaian sesajen atau persembahan.
“Tetapi ada pesan mendalam bagi kita generasi muda agar jangan melupakan dan meninggalkan adat budaya leluhur yang merupakan pedoman hidup bagi kehidupan bermasyarakat,” jelas lelaki asal Solo ini.
Sebagai generasi muda, Dhiky punya misi tersendiri. Memahami seluk-beluk tradisi adat budaya yang menjadi warisan leluhur seperti saat ini, merupakan hal yang baru. Serta memantik jiwa seninya untuk mengabadikan setiap momen budaya yang tersaji selama Yadnya Kasada.
“Jadi tidak hanya tahu jika ada kasada saja, Soal pembuatan ongkek dari pertama kali sampai sudah jadi. Bahan apa saja yang harus digunakan. Serta kombinasi penataan ongkek. Termasuk filosofi apa yang terkandung di dalamnya,” ujarnya.
Bahan - bahan yang dirangkai harus diletakkan sesuai urutannya. Karena memiliki simbol dan arti tersendiri. Salah satu Contoh bunga kenikir atau kenikir yang bermakna "senenge pikir" (bahasa Jawa), jadi apa yang kita jadikan persembahan harus menyenangkan leluhur kita, agar mendapatkan berkah.
Usai dibuat, ongkek akan dikirim ke Pura Luhur Poten di Laut Pasir Bromo. Didoakan oleh tokoh agama dan sesepuh Tengger. Sebelum akhirnya dilarung ke kawah Bromo pada esok dini hari. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?