Akhir Sebuah Pameran dan Awal Sebuah Gerakan, Penutupan "Black & White: For Generation to Generation"
Penutupan pameran 'Black & White: For Generation to Generation' menandai akhir dari sebuah kegiatan yang penuh makna, namun juga membuka era baru gerakan seni lukis hitam putih yang dibawakan oleh Komunitas Ilustrasi Idiom.
Surabaya, SJP - Di tengah gemuruh tepuk tangan para penggiat dan penikmat seni, hari terakhir pameran lukisan "Black & White: For Generation to Generation" terasa seperti sebuah fajar yang menyingsing daripada senja yang berakhir.
Bak sebuah kalimat awal dari catatan sejarah, penutupan dari pameran ini digaungkan sebagai langkah perdana untuk kembali menghidupkan apa yang dirasa hilang dari bumi Indonesia, yaitu kesenian lukis hitam putih.
Hal tersebut disampaikan oleh Roman Chuza selaku ketua pameran yang tergabung dalam komunitas Ilustrasi Idiom, bersama dengan Setyoko, seorang seniman senior tingkat nasional yang dianggap sebagai inspirator bagi Roman dalam hal berkesenian.
Dalam acara penutupan pameran yang diadakan di Galeri Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) itu, tim suarajatimpost.com berkesempatan untuk berbincang langsung dengan mereka, untuk menelisik tentang ambisi apa yang sedang mereka kejar.
"Pertama saya mengapresiasi atas kesuksesan pameran oleh Roman dan kawan-kawan seniman lain, namun karena ini adalah sebuah awal jadi kesuksesan tersebut belum seratus persen," ujar Setyoko, Selasa (2/7).
Ia membocorkan bahwa mendatang, akan ada agenda pameran lukis hitam putih lanjutan pada akhir tahun 2024 ini, dengan angkat tema yang lebih terkonsep dan ukuran lukisan yang lebih besar, sebagi bukti bahwa gerakan mereka tidak berhenti sampai disini saja.
"Karena pameran hitam putih ini bukan sekedar pameran semata, melainkan juga sebagai sebuah satir dan kritik akan situasi dari banyak hal, mulai dari lingkungan, kemanusiaan, politik hingga mengenai dunia seni itu sendiri," tuturnya.
Momen akhir tahun 2024 juga dianggap sebagai waktu yang tepat untuk kembali menyelenggarakan pameran lukisan hitam putih, utamanya karena adanya transisi kepemimpinan negara Indonesia ke Presiden yang baru.
"Jadi, momentumnya cocok, dimana Indonesia sedang kembali ke dasar, kita juga gelar pameran yang bawa nilai-nilai dasar yaitu lukisan hitam putih," ucap Setyoko.
Komunitas Ilustrasi Idiom sendiri bukanlah aktor baru, Roman bersama kawannya Ridwan SS sudah sering lontarkan kritik melalui pameran-pameran mereka sebelumnya, mulai tentang kebijakan pemerintah, lingkungan, dan bahkan keitik kepada sesama seniman.
"Selain berpameran kita juga ingin berikan dampak positif, Insyallah jika niatnya baik maka buah yang dipetik juga baik, untuk kita sendiri maupun masyarakat luas," tandas Roman.
Sementara itu, di hari terakhir Pameran Black & White: For Generation to Generation" ini juga diisi dengan beragam rangkaian kegiatan kesenian lain seperti Bantengan DJ, melukis On The Spot (OTS), hingga diskusi atau sarasehan tentang kesenian.
Adapun Rahmat Widadi, selaku koordinator atau sebagian pelukis lain menyebutnya sebagai 'Komandan' untuk kegiatan melukis OTS ini mengungkapkan, kegiatan melukis bersama ditempat ini ditujukan untuk memeriahkan penutupan pameran.
"Kegiatan ini murni senang-senang, juga kesempatan terakhir para seniman untuk menuangkan apa yang mereka pikirkan sebelum pameran ini benar-benar ditutup," ucap Rahmat sembari melukis kegiatan Bantengan yang sedang tampil.
Ia membeberkan bahwa tidak ada tema khusus yang diangkat dalam kegiatan melukis OTS, bahkan meski pameran bertemakan hitam putih, siapapun yang ikut kegiatan OTS boleh menggunakan warna apa saja.
"Arahan dari Pak Setyoko selaku pelukis senior, melukis OTS tidaj selalu melukis apa yang ada dilokasi seperti pohon dan Bantengan ini, melainkan lebih ke apa yang kita pikirkan saat di lokasi tersebut," tuturnya.
Mendengar ucapan tersebut membuat tim suarajatimpost.com mulai memperhatikan sapuan kuas beragam seniman, yang mengikuti kegiatan melukis OTS, hingga melihat salah satu lukisan yang menggambarkan naga berwarna hitam putih.
Hal tersebut sontak membuat tim suarajatimpost menanyakan makna atau apa yang sedang dipikirkan oleh Ridwan SS, seorang seniman yang melukis lukisan dengan media akrilik di atas kanvas itu.
"Ini judulnya adalah 'Cek Khodam' jadi saya imajinasikan bahwa penunggu Dekesda dulu ini adalah sebuah naga, padahal ya bukan, saya cuma ingin gambar naga saja," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa lukisan tersebut adalah sindiran terhadap pelukis spiritual yang mengaku bisa melihat sesuatu yang tak kasat mata, Ridwan yakin semua itu hanya pembohongan publik dan upaya mencari sensasi saja.
"Ya untuk pelukis spiritual stop lah, toh ini saya yang normal-normal saja buktinya juga bisa gambar khodam," pungkas Ridwan, menutup obrolan dengan tawa sebagai warna baru diakhir pameran hitam putih tersebut. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?