Agama Kristen di Madura Melakukan Tahlil sejak Tahun 1932, untuk Jaga Toleransi

Madura, yang dikenal sebagai tanah santri dengan banyak pondok pesantren, seringkali dianggap sebagai pusat kedalaman agama Islam, khususnya Nahdlatul Ulama

01 Dec 2024 - 21:03
Agama Kristen di Madura Melakukan Tahlil sejak Tahun 1932, untuk Jaga Toleransi
Ilustrasi Budaya Madura (Foto: GNFI)

MADURA, SJP - Madura, yang dikenal sebagai tanah santri dengan banyak pondok pesantren, seringkali dianggap sebagai pusat kedalaman agama Islam, khususnya Nahdlatul Ulama. Namun, yang tidak banyak diketahui adalah fakta bahwa masyarakat Madura juga menganut agama lain, salah satunya agama Kristen, yang telah ada di pulau ini sejak tahun 1932.

Penyebaran agama Kristen di Madura berawal dari Sumenep, di mana agama ini pertama kali diperkenalkan oleh misionaris yang berasal dari Probolinggo pada tahun 1923. Ahmad Siddiq, seorang akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, menjelaskan bahwa penyebaran Kristen di Madura dilakukan melalui berbagai cara, termasuk hubungan antar tokoh dan komunitas. Salah satunya adalah persahabatan antara Kiai Bakir, seorang tokoh Islam, dengan Jhohan, seorang tokoh Kristen pada waktu itu.

Peran Kolonialisme dalam Penyebaran Kristen

Penyebaran agama Kristen di Madura juga tidak lepas dari pengaruh kolonialisme Belanda. Pada abad ke-18, Belanda berhasil menguasai Pulau Madura, yang menjadi titik awal pengaruh Kristen di wilayah ini. Keberadaan pasukan militer Belanda serta pegawai gereja yang bertugas di wilayah jajahan membuka peluang bagi penyebaran ajaran Kristen kepada masyarakat lokal, terutama di kabupaten Sumenep dan Bangkalan.

Beberapa tokoh penting dalam penyebaran agama Kristen di Madura termasuk Paulus Tosari, pendiri Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Samuel Harthoorn, misionaris di Pamekasan, dan J.P. Esser, seorang penerjemah Alkitab ke dalam bahasa Madura. Keberadaan gereja-gereja resmi di seluruh Kabupaten Madura, mulai dari Bangkalan, Pamekasan, hingga Sampang, menjadi bukti nyata dari penyebaran agama Kristen di kawasan tersebut.

Kehidupan Berdampingan dan Toleransi Antar Agama

Di tengah keberagaman agama di Madura, terdapat fenomena menarik yang menggambarkan kehidupan berdampingan yang harmonis antara komunitas Kristen dan Muslim. Meskipun mereka berbeda keyakinan, banyak anggota komunitas Kristen di Madura yang masih melaksanakan tradisi Islam seperti tahlilan dan yasinan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar umat beragama di Madura tidak selalu kaku dan penuh sekat.

Siddiq menambahkan bahwa keberadaan ruang netral yang dimainkan oleh kedua belah pihak telah mendorong terciptanya budaya yang inklusif, jauh dari konflik agama. Dalam konteks ini, komunitas Kristen Tionghoa juga berinteraksi dengan masyarakat Muslim Madura melalui jalur perekonomian, yang memungkinkan mereka hidup berdampingan dengan damai.

Toleransi Antar Umat Beragama di Madura

Eko Mulyono, tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Pamekasan, menceritakan pengalamannya sebagai bagian dari komunitas Kristen minoritas di Madura. Meskipun ada perbedaan keyakinan dalam keluarganya, ia menegaskan bahwa perbedaan tersebut tidak menjadi alasan untuk tidak saling menghargai. Eko juga menambahkan bahwa meski keluarganya sebagian besar Muslim, mereka telah berkomitmen untuk saling menghargai dan hidup berdampingan dengan damai.

Penyebaran agama Kristen di Madura bukan hanya soal keyakinan, tetapi juga mencerminkan semangat toleransi dan saling menghargai antar umat beragama yang telah terjalin dengan kuat di pulau ini. Masyarakat Madura, meskipun mayoritas Muslim, menunjukkan bahwa keberagaman agama tidak harus menghalangi terciptanya kerukunan dan hidup bersama dalam kedamaian. (**)

sumber: goodnewsfromindonesia.id

Editor: Ali Wafa

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow