10 Kebiasaan Ortu atau Kakek dan Nenek yang Merusak Psikis Anak

Anak-anak dapat merasakan manfaat setelah kebiasaan tersebut dihilangkan yaitu rasa percaya diri, kemampuan bertahan dan menyelesaikan masalah, komunikasi yang baik, kecerdasan emosional, mandiri dan punya empati besar

01 May 2024 - 00:45
10 Kebiasaan Ortu atau Kakek dan Nenek yang Merusak Psikis Anak
Tak mudah mendidik anak jika tidak memberi contoh dengan benar (pixabay/SJP)

Perilaku dan kebiasaan orang yang lebih tua berdampak pada anak sehingga kita harus tahu apa bagaimana cara bersikap saat mendidik anak.

Simak hal-hal umum yang sering dilakukan orang tua atau kakek dan nenek yang justru merusak psikis anak.

1.       Gadget Sebagai Baby Sitter

Ketergantungan  berlebihan pada perangkat digital dapat menghambat perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak.

Anak-anak harus terlibat dalam berbagai aktivitas berbasis permainan yang mendorong pertumbuhan di berbagai bidang, termasuk visual-motorik, latihan fisik, dan sosialisasi.

Ketika kakek-nenek atau orang tua yang sibuk bermaksud baik menyerahkan gawai ke anak untuk hiburan, kedua belah pihak akan kehilangan waktu penting untuk berinteraksi.

2.       Terlalu Banyak Bicara.

Saat memberikan masukan, buatlah rasa ingin tahu tentang sudut pandang anak, khususnya remaja.

Anak ingin merasa dilihat dan didengar utuk mendorong diskusi yang sehat dan menjaga hubungan positif, bahkan ketika ada konsekuensi yang dialami anak karena kesalahannya.

3.       Gagal Mencontohkan Hubungan Hormat.

Anak-anak belajar berinteraksi dengan orang lain dengan memperhatikan orang dewasa di sekitar mereka.

Terkadang konflik orang dewasa terlihat anak atau cucu.

Orang tua harus menunjukkan hubungan yang sehat dan saling menghormati, termasuk cara menangani konflik secara konstruktif, yang memberikan contoh positif bagi anak-anak.

4.       Menganggap Anak Terlalu Baper

Seringkali orang tua berasumsi bahwa perasaan anak-anak bukanlah masalah besar.

Sebaliknya dengarkan mereka dan kenali perasaannya.

Sekalipun orang tua menganggap anak mereka bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi perlu diingat bahwa anak mereka tidak memiliki keterampilan, perspektif, atau kebijaksanaan dalam mengatur diri sendiri seperti yang dimiliki orang dewasa.

Mengabaikan perasaannya dapat membuat mereka merasa tidak diakui, melemahkan kepercayaan diri, dan menghambat kemampuan mereka untuk mengekspresikan diri secara efektif.

5.       Membentak dengan Komentar Negatif.

Generasi lawas bisa diasuh dengan fokus pada perilaku negatif dan kecenderungan untuk membentak demi mendapatkan perhatian anak.

Tetapi saat ini, bentakan dapat menciptakan lingkungan penuh kebencian, ketakutan dan kecemasan, yang menyebabkan masalah dalam manajemen stres, harga diri, dan komunikasi.

6.       Terlalu Protektif 

Daripada melakukan proteksi berlebihan, lebih baik \membiarkan anak-anak bereksperimen dan gagal.

Memang mudah menngani masalah anak sehingga mereka tidak melakukan kesalahan

Intervensi tingkat ini dapat merampas kesempatan belajar yang berharga bagi anak-anak dan menghambat kreativitas.

Justru, membiarkan anak-anak bereksperimen, membuat kesalahan, dan belajar dari kegagalan akan menumbuhkan ketahanan, keterampilan memecahkan masalah, dan kepercayaan diri.

7.       Menggunakan Rasa Bersalah sebagai Motivator

Rasa bersalah bukanlah cara untuk membuat anak berperilaku lebih baik.

Mencoba mengendalikan perilaku melalui rasa bersalah dapat menimbulkan perasaan tidak berharga.

Keinginan tidak sehat untuk menyenangkan orang lain dengan mengorbankan kebutuhannya sendiri justru dapat mempengaruhi anak seumur hidup.

8.       Sibuk Sendiri dengan Gawai

Orang dewasa sering kali marah dengan dampak teknologi dan media sosial terhadap anak-anak dan remaja.

Tetapi seberapa sering orang dewasa melakukan hal yang sama?

Sudahkah orang tua mencontohkan kebiasaan menggunakan teknologi sehat?

9.  Peraturan Tidak Konsisten

Peraturan  yang tidak konsisten dapat menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman, yang dapat memperburuk perilaku, terutama pada anak-anak yang mengalami neurodivergent.

Pembelajaran terbaik terjadi ketika anak-anak memiliki batasan yang jelas dan konsisten yang membuat mereka merasa dicintai dan aman, sekaligus mengajari mereka tanggung jawab dan pengendalian diri.

9.       Mengagungkan Kesempurnaan

Orang tua sering menginginkan hasil sempurna pada anak dengan menganggapnya sebagai hal yang normal.

Padahal, anak yang berhasil mengerjakan tugas cukup diberi kalimat, “cukup bagus” atau “terima kasih sudah menyelesaikan pekerjaan dengan baik".

10.   Membandingkan dengan Saudara atau Sepupu

Hal ini sering dilakukan orang tua atau kakek dan nenek.

Membandingkan cucu atau sepupu dapat mengurangi rasa harga diri anak dan menumbuhkan persaingan tidak sehat atau kebencian.

Setiap anak adalah unik dan perlu didorong untuk tumbuh dengan kemampuannya masing-masing.

Anak-anak dapat merasakan beberapa manfaat setelah perilaku tersebut  dihilangkan dimana mereka akan punya rasa percaya diri, kemampuan bertahan dan menyelesaikan masalah, komunikasi yang baik, kecerdasan emosional, mandiri dan punya empati besar (**)

Sumber: Parade

Editor: Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow