Tingginya Angka Pernikahan Dini di Jawa Timur, BKKBN Gencarkan Edukasi Ketahanan Keluarga
Tingginya angka 3.778 kepala keluarga perempuan di bawah 20 tahun di Jawa Timur menunjukkan darurat pernikahan dini. BKKBN gencarkan edukasi nilai keluarga, agama, dan gizi untuk menekan fenomena ini.
SURABAYA, SJP - Data mengejutkan tentang pernikahan dini kembali mencuat di Jawa Timur. Berdasarkan hasil pendataan keluarga dan pemutakhiran data 2023, sebanyak 3.778 kepala keluarga (KK) perempuan berusia di bawah 20 tahun tercatat di provinsi ini.
Dari jumlah tersebut, 856 KK, di antaranya merupakan perempuan di bawah usia 15 tahun, sementara 2.922 KK lainnya berada di rentang usia 15-19 tahun.
Fenomena ini menjadi sorotan utama dalam Seminar Ketahanan Keluarga bertajuk “Marriage is not Scary” yang digelar oleh Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (UNAIR), Rabu (18/12/2024).
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati mengungkapkan bahwa tingginya angka pernikahan dini memiliki dampak signifikan terhadap ketahanan keluarga, terutama pada risiko perceraian yang tinggi.
"Melihat fenomena ini, kami berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi melalui seminar ketahanan keluarga. Kami juga menggandeng Unair untuk memberikan edukasi tentang pentingnya membangun keluarga yang kokoh dari sisi nilai keluarga, agama, dan gizi," jelas Erna, Rabu (18/12/2024).
Seminar ini diharapkan mampu mengedukasi masyarakat, khususnya kader dan mahasiswa, tentang pentingnya perencanaan yang matang sebelum memasuki pernikahan.
Dalam acara tersebut, Ustaz muda Ko Dennis Lim turut memberikan pandangannya. Ia menekankan bahwa keberhasilan pernikahan tidak bisa semata-mata didasarkan pada kecantikan fisik atau harta, melainkan pada niat yang tulus untuk beribadah kepada Tuhan.
"Saat memilih pasangan, jangan hanya melihat fisik atau kekayaan, karena semua itu ada masanya. Tapi jika niatnya adalah untuk mencari ridho Allah, maka suami-istri akan mampu menghadapi setiap permasalahan bersama," ujar Ko Dennis.
Ia juga menambahkan bahwa mengejar pasangan yang lebih tampan atau lebih cantik tidak akan pernah ada habisnya, sehingga fokus pada nilai-nilai spiritual menjadi kunci dalam menjaga ketahanan keluarga.
Pentingnya edukasi gizi juga menjadi salah satu topik utama dalam seminar ini. Prof. Sri Sumarmi, menyampaikan bahwa Surabaya telah menerapkan intervensi pra-konsepsi untuk mencegah stunting, salah satu masalah kesehatan yang kerap muncul akibat pernikahan dini.
"Kami menyediakan kapsul mikronutrien melalui puskesmas dan fasilitas kesehatan kepada calon ibu hamil dan calon pengantin. Dengan kebijakan ini, angka prevalensi stunting di Kota Surabaya berhasil ditekan hingga ke tingkat yang rendah," jelas Prof. Sri.
Ia menegaskan bahwa langkah ini menjadi bukti pentingnya perencanaan keluarga yang matang, termasuk perhatian pada gizi sejak sebelum kehamilan. (*)
Editor : Rizqi Ardian
What's Your Reaction?