Pengadaan Barang dan Jasa Pemkab Jember Jadi Catatan KPK
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI mengingatkan pihak eksekutif dan legislatif, tentang delapan Indikator atau area resiko korupsi tinggi.
Kabupaten Jember, SJP - Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Terkait Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi yang digelar di Ruang Paripurna DPRD Jember, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI mengingatkan pihak eksekutif dan legislatif, tentang delapan Indikator atau area resiko korupsi tinggi.
Menurut Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Kasatgas Korsupgah) Wilayah 3 KPK RI Wahyudi Narso, kedelapan indikator atau area itu berkaitan dengan tata kelola pemerintah daerah. Melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).
Diketahui dari 8 indikator atau area itu, pengadaan barang dan jasa menjadi catatan KPK RI.
"Ada beberapa indikator, jadi ada 8 area. Dari beberapa indikator dan (juga) sub indikator. Inikan sebenarnya pemenuhan daerah terhadap data-data dan terkait indikator tata kelola pemerintah yang baik," kata Wahyudi saat dikonfirmasi usai kegiatan rakor, Kamis (30/5/2024).
Lanjut Wahyudi, delapan indikator itu dipantau melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).
"Kedua, adalah (lewat) Survei Penilaian Integritas untuk memotret risiko korupsi di pemerintah daerah," ujarnya.
Kedelapan indikator atau area itu, Wahyudi memaparkan, diantaranya adalah perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, layanan publik termasuk perizinan, penguatan APIP (Aparat pengawasan Intern Pemerintah).
"Pengelolaan barang milik daerah, pendapatan daerah, pengelolaan sumber daya manusia, dan tata kelola keuangan desa," sebutnya.
Untuk wilayah Jember, katanya, skor MCP Kabupaten Jember cukup baik.
"Tapi bukan tertinggi di Jawa Timur. Tapi ada peningkatan dibandingkan 2022. Berarti sebenarnya dari tata kelola pemerintah, beberapa indikatornya ada potensi kenaikan yang cukup baik. Terlebih kontribusi dari DPRD Jember,” menurutnya.
Namun diakui olehnya, di beberapa wilayah pemerintah di Jatim juga mengalami penurunan.
"Tapi itu semua tak lepas dari semakin tingginya standar yang ditetapkan KPK. Di setiap tahun biasanya ada updating indikator dan subindikator. Nah, di antara update itu, bisa jadi ada pemerintah daerah yang tidak bisa mencapai di indikator dan subindikator,” kata Wahyudi.
Perlu diketahui, dari data MCP yang dipaparkan KPK RI. Untuk skor Monitoring Center for Prevention (MCP) Pemkab Jember meningkat 5,56 angka menjadi 89,9. Sedangkan skor Pemerintah Provinsi Jatim diketahui turun 3,4 poin menjadi 92,5.
Sementara tiga kabupaten tetangga Jember, yakni Banyuwangi turun 4,2 poin menjadi 90, Situbondo turun 0,8 poin menjadi 90.5, dan Bondowoso turun 6,8 poin menjadi 87,5.
Namun demikian, lebih lanjut kata Wahyudi, dari capaian skor yang diraih Jember. KPK RI memberikan catatan.
"Area pengadaan barang dan jasa di Jember perlu ditingkatkan. Di sana skornya cukup rendah di antara skor yang lain. Kedua, terkait perizinan,” kata Wahyudi.
"Kami juga akan mendalami lagi persoalan pemenuhan MCP pada area pengadaan barang dan jasa. Terkait ketersediaan sumber daya manusia di UKPBJ (Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa). Plus ada beberapa pengawasan dan review yang belum ditindaklanjuti OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) terkait pengadaan barang dan jasa,” sambungnya.
Wahyudi juga menambahkan, mengenai kelayakan sumber daya manusia di UKPBJ Pemkab Jember.
Semua sudah diatur dalam regulasi yang diterbitkan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
“Ini bukan masalah layak atau tidak layak. Jadi untuk menduduki jabatan di UKPBJ sudah ada persyaratannya. Di antara delapan area, itu yang terendah. Ini yang akan kami cek kembali,” tandasnya. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?