Kesenian Madihin: Menelusuri Tradisi Sastra Lisan Asal Banjar

Improvisasi spontan para pemain Madihin diatas panggung menjadikan kesenian tradisional sastra lisan asal Banjar ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan kesenian sastra lainnya.

16 May 2024 - 20:00
Kesenian Madihin: Menelusuri Tradisi Sastra Lisan Asal Banjar
Penampilan kesenian Madihin dalam Halalbihalal KBB Jatim 2024 (Ryan/SJP)

Surabaya, SJP - Keanekaragaman budaya Indonesia tampak jelas dalam berbagai seni tradisional yang tersebar di seluruh nusantara, meski dihadapkan dengan perkembangan zaman, tak sedikit kesenian tradisional Indonesia yang masih eksis dan bersaing di antara budaya-budaya asing.

Salah satunya adalah Madihin, kesenian tradisional khas Banjar, Kalimantan Selatan yang merupakan sebuah tradisi sastra lisan atau seni bertutur kata sembari mendendangkan syair, dengan diiringi alat musik pukul Tarbang yang mirip gendang atau rebana.

Untuk mengenal kesenian Madihin lebih jauh, tim Suarajatimpost.com berkesempatan ngobrol langsung dengan Syahril dan Fadil, yang merupakan seorang seniman sekaligus penyair Madihin untuk menggali lebih dalam sejarah dan perkembangan salah satu kesenian sastra lisan kebanggaan Indonesia ini.

Madihin sendiri berasal dari kata "madah" yang berarti pujian atau kata-kata indah dalam bahasa Melayu, yang mana dalam sejarah atau asal usulnya dipergunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan agama kepada masyarakat.

"Jadi Madihin di era Kerajaan Banjar ini merupakan media dakwah untuk menyebarkan agama Islam, dan seiring waktu fungsi Madihin juga meluas menjadi hiburan dan saran edukasi," papar Syahril, Kamis (16/5).

Ia menjelaskan bahwa Madihin mirip layaknya kesenian sastra lisan daerah lain seperti Ludruk yang berasal dari Jawa Timur, hanya saja ada ciri yang membuat Madihin memiliki nilai menonjol dan keunikan tersendiri, yakni pemainnya harus mampu melakukan improvisasi.

"Secara umum, Madihin ini biasanya ditampilkan dalam suatu acara dengan dimainkan oleh perorangan atau berkelompok sembari memainkan Tarbang," terang seniman muda itu.

"Selain daripada membahas tema acara, pemain Madihin juga harus bisa melakukan improvisasi untuk menambahkan elemen candaan atau sindiran-sindiran halus yang relevan dengan acara juga penonton," imbuhnya.

Syahril menuturkan bahwa improvisasi itu memerlukan latihan dalam kecerdasan linguistik, agar kata-kata spontan yang keluar tidak hanya dapat menyanjung penonton, namun juga mampu menyampaikan pesan moral yang terkandung di dalamnya.

"Jadi, meski fungsinya bertambah menjadi media hiburan, fungsi awal sebagai media penyampaian pesan moralnya tidak ditinggalkan," ujar Syahril.

Di era modern seperti sekarang, Madihin masih sering dipergunakan sebagai hiburan untuk berbagai kegiatan formal maupun non-formal, khususnya untuk acara masyarakat Banjar.

"Madihin ini fleksibel dan bisa tampil di acara apa saja, asal jangan di acara kematian," celetuk Fadil, mengingat Madihin kental dengan unsur humoris dan sindiran.

Fadil mengatakan, Madihin terkadang hanya cukup tampil satu kali dalam satu acara dengan durasi yang bervariasi, namun baginya paling tidak Madihin paling minim tampil selama 5 menit di atas panggung.

"Kecuali untuk konten di sosial media durasinya bisa lebih singkat, bahkan hanya satu menit juga bisa," ucapnya 

Selain itu, Madihin sebagai kesenian tradisional juga bisa dikolaborasikan dengan kesenian dan budaya modern, seperti penampilan Syahri dan Fadil dalam acara Halalbihalal Organisasi Kerukunan Bubuhan Banjar (KBB) Jawa Timur pada Ahad (12/5) lalu.

"Kolaborasi budaya penting untuk kesenian tradisional agar tidak tertinggal, Karena selain melestarikan, anak muda perlu untuk mengenalkan budayanya ke dunia," pungkas mereka.

Kesenian Madihin telah diakui keberadaanya oleh dunia, ditetapkan pada tahun 2014 lalu oleh UNESCO sebagai 'Warisan Budaya Tak Benda' milik Indonesia yang berasal dari Kalimantan Selatan. (*)

Editor: Rizqi Ardian 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow