Di Tengah Gempuran Batik Impor dari China, Batik Lokal Kota Probolinggo Tetap Bertahan

Ada penurunan omzet sekitar 40% atas gempuran batik impor China, hal itu dirasakan Yayuk pebatik lokal Kota Probolinggo

04 Oct 2024 - 17:30
Di Tengah Gempuran Batik Impor dari China, Batik Lokal Kota Probolinggo Tetap Bertahan
Yayuk, pengusaha batik lokal Kota Probolinggo yang tengah memberikan warna pada kain batik yang ia buat (Rahmad/SJP)

KOTA PROBOLINGGO, SJP - Beberapa hari lalu, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan bahwa ekspor batik nasional mengalami penurunan signifikan sebesar 8,39 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II-2024.

Ia menyoroti salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan tersebut adalah gempuran produk impor, terutama batik dari China, yang semakin membanjiri pasar domestik.

Nah, rupanya gempuran batik China ini juga berdampak bagi pebatik lokal di Kota Probolinggo. Dijumpai di rumahnya di Jalan Mawar Permai, Sukabumi, Mayangan, Yayuk Setyowati menuturkan bagaimana usaha batiknya saat ini.

Yayuk sapaan akrabnya mengatakan, saat ini batik lokal khususnya di Kota Probolinggo juga ikut terdapat. Hal itu, dari turunnya angka penjualan.

"Dua tiga tahun lalu, kita diuji dengan adanya Covid-19. Kita sudah lewati, kemudian kita mulai merangkak tiba-tiba juga digempur oleh batik impor dari China," ujar ibu 58 tahun ini Jumat (4/10/2024).

Tentu baginya, hal ini makin memperberat data jangkau batiknya. Sebab, ada penurunan omzet sekitar 40 persen atas gempuran batik impor China.

"Kalau omzet ada penurunan sekitar 40 persen. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah eranya dunia perdagangan bebas. Mau tidak mau kita harus survive dan terus melakukan inovasi," tambahnya.

Beberapa hal yang dilakukan yakni terus memasarkan produk batiknya mulai dari keikutsertaan event. Misal yang terbaru, produk batiknya diikutsertakan pada event Surabaya Fashion Parade 23 Agustus 2024 lalu.

"Selain itu, kita terus berkoordinasi dengan pihak terkait misal DKUPP. Kemudian kita titipkan ke dekranasda setempat," jelasnya.

Ia yakin dengan batik khas Kota Probolinggo dimana yang diutamakan adalah kualitas dengan batik tulis maupun capnya. Hal ini kata Yayuk berbeda dengan produk China yang sebenarnya bukan benar-benar batik.

"Batik China itu kan sebenarnya bukan batik, karena hanya tekstil bermotif batik. Makanya harganya murah, sedangkan batik kami khususnya lokal Probolinggo dikerjakan manual, hand made dan mengandung unsur seni," tambahnya.

Soal harga kata Yayuk juga bervariatif, sebab gak itu tergantung dari bahan batik, prosesnya, dan tingkat kerumitan lainnya. Ia pun optimistis nantinya, meski saat ini berjalan terseok-seok.

"Kami juga terus menumbuhkan rasa cinta batik ke masyarakat. Sebab, bagian dari warisan budaya Indonesia. Termasuk para pegawai ASN termasuk swasta untuk diharapkan menggunakan batik lokal khas Kota Probolinggo," tutupnya.

Di tempat batik yang ia kelola yaitu d' Aisha ada beberapa motif batik baik tulis maupun cap dengan harga mulai 150 ribuan hingga 500 ribuan. (*)

Editor : Rizqi Ardian

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow