Desa Giripurno Hendak Dijadikan TPA, Begini Pesan Komisi C DPRD Kota Batu
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penolakan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maupun Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di wilayah Desa Giripurno. Berikut Alasannya.
Kota Batu, SJP - Sejak tanggal 30 Agustus 2023, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tlekung di Kota Batu telah berhenti menerima sampah.
Manajemen penanganan sampah telah dialihkan ke tingkat desa, kelurahan, instansi, dan destinasi wisata.
Meskipun sudah dua bulan berlalu sejak perubahan ini, muncul pertanyaan apakah Kota Batu masih membutuhkan TPA baru.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Batu, Didik Mafud, mengatakan, sebagai kota pariwisata, Kota Batu perlu mempertimbangkan manajemen sampah secara komprehensif.
"Ini berarti setiap desa atau kelurahan harus memiliki Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) yang beroperasi secara optimal," kata dia, Senin (30/10/2023).
"Namun, perlu ada opsi untuk mencari lokasi TPA baru. Pada bulan September 2023, Penjabat (Pj) Wali Kota Batu mengunjungi Desa Giripurno sebagai alternatif lokasi TPA. Namun, reaksi masyarakat setempat tidak positif," tambahnya.
Dia menjelaskan lahan di Desa Giripurno adalah kepemilikan Pemerintah Kota Batu. Namun, jika warga menolak, pemerintah harus mulai melakukan studi untuk menentukan wilayah mana yang lebih cocok.
"Saya memberikan saran saat mencari lokasi TPA, sebaiknya tidak berada di daerah yang lebih tinggi dari pemukiman, terutama di daerah tebing," jelasnya.
Terpisah, Kepala Desa Giripurno Suntoro, mengatakan, ada beberapa alasan yang menjadi dasar penolakan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maupun Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di wilayah Desa Giripurno.
Pertama, terdapat sumber air atau mata air yang hanya berjarak 300 meter dari lahan milik Pemerintah Kota yang akan digunakan untuk TPS.
"Mata air ini menjadi sumber air sehari-hari bagi penduduk Giripurno. Masyarakat khawatir bahwa TPA atau TPS akan mengkontaminasi mata air tersebut, terutama karena jaraknya yang sangat dekat," kata dia.
Alasan kedua, sebagian besar penduduk Desa Giripurno adalah petani buah-buahan seperti apel dan jeruk. Mereka khawatir bahwa keberadaan TPA atau TPS akan menarik lalat buah.
"Meskipun pengelolaan sampah di dalam TPA/TPS mungkin sangat baik dan bersih, warga tetap mengkhawatirkan potensi munculnya lalat di sekitar lokasi TPA," ujarnya.
Alasan terakhir adalah masalah akses jalan. Untuk mencapai lahan yang berlokasi di Dusun Sabrang Bendo, aksesnya sangat curam dan jalan hanya cukup untuk satu mobil.
"Masuknya truk sampah yang bersentuhan dengan petani di jalan tersebut dapat menimbulkan bahaya. Meskipun lahan tersebut hanya akan digunakan untuk TPS, warga tetap menolak pembangunannya," jelasnya.
Saat ini, ada juga pembatasan lain dalam penggunaan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di Dusun Sabrang Bendo.
"TPS tersebut hanya akan menerima sampah yang berasal dari wilayah yang diurus oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH), seperti jalan protokol, stadion, alun-alun, dan beberapa lokasi lainnya. Selain itu, TPS hanya digunakan untuk menampung sampah residu. Bahkan penduduk Desa Giripurno dan Dusun Sabrang Bendo sendiri tidak menggunakan TPS tersebut. Dengan kata lain, TPS tersebut khusus untuk sampah residu di wilayah yang dikelola oleh DLH," tandasnya.
Sebagai informasi dari data yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu, volume sampah yang dihasilkan di kota wisata ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun ini, jumlah sampah yang dihasilkan mencapai 120 ton per hari. Sebagian besar dari sampah tersebut adalah sampah rumah tangga, sampah dari sektor wisata (termasuk hotel dan restoran), dan sampah dari instansi atau perkantoran. (*)
Editor : Queen Ve
What's Your Reaction?