Berbulu Ulat jati, Tradisi Tahunan Warga Pinggiran Hutan Bojonegoro
Terpantau di hutan yang masuk Desa Buntalan, Kecamatan Temayang para warga berbekal plastik atau toples ramai-ramai berburu 'Enthung' yang dapat dengan mudah ditemui pada tumpukan daun jati yang berguguran di tanah
Bojonegoro, SJP- Ada yang unik dengan apa yang dilakukan oleh warga Bojonegoro yang berdomisili dekat dengan hutan jati.
Setiap tahun saat masuk musim penghujan mereka pasti akan berburu ulat pohon jati yang masih berbentuk kepompong atau dalam bahasa Jawa sering disebut 'Enthung'.
Hal ini seperti yang terpantau oleh Suarajatimpost.com di wilayah hutan yang masuk Desa Buntalan, Kecamatan Temayang-Bojonegoro.
Berbekal toples atau plastik warga ramai-ramai berburu 'enthung' yang dapat dengan mudah dijumpai pada tumpukan daun jati yang berguguran di tanah.
Jumirah, salah satu warga yang berburu 'enthung' katakan, ia sengaja datang ke hutan Ngabukan yang masuk wilayah BKPH Tretes Temayang bersama anaknya untuk cari ulat jati yang nantinya akan dijual.
"Saya nyari 'Enthung' sama anak-anak untuk dijual," ungkapnya, Selasa (19/12/2023).
Jumirah menjual ulat jati yang telah terkumpul itu dengan harga Rp70 ribu per kilogramnya, 'enthung' itu juga dijual secara ecer yang harganya dipatok Rp10 ribu per cangkir kopi.
"Setiap hari bisa terkumpul sebanyak 15 cangkir," lanjutnya.
Yayuk, yang juga pencari 'Enthung' mengaku jika hasil yang terkumpul bukan untuk dijual, melainkan untuk dikonsumsi sendiri, sebab ulat jati itu memiliki rasa gurih yang khas. 'enthung' yang ia bawa pulang biasanya dimasak tumis.
"Ini (enthung) tidak saya jual, tapi dikonsumsi sendiri," tandasnya.
Kegiatan berburu 'Enthung' itu akan berakhir dengan sendirinya setelah kepompong ulat jati berubah menjadi kupu-kupu. (*)
editor: trisukma
What's Your Reaction?