Pengadaan Tanah Pengembangan Kampus Polinema Terancam Rugikan Negara Karena Denda

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Timur melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak korupsi pengadaan tanah kampus Polinema, dengan menghadirkan mantan Direktur Polinema Awan Setiawan yang diperiksa oleh Kejati

23 Feb 2024 - 13:30
Pengadaan Tanah Pengembangan Kampus Polinema Terancam Rugikan Negara Karena Denda
Tim kuasa hukum mantan Direktur Polinema Awan Setiawan, saat berada di Kejati Surabaya. (Ist/SJP).

Kota Malang, SJP - Polemik pengadaan tanah untuk pengembangan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) yang dilakukan sejak tahun 2020 silam membuat kampus itu terancam terkena denda, karena proses pengadaan itu terhenti sejak adanya pergantian pimpinan. 

Terlebih, pengadaan tanah tersebut dilakukan sejak tahun 2020, dan masuk dalam Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tahun 2019-2024. 

Untuk itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Timur melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak korupsi pengadaan tanah kampus Polinema, dengan menghadirkan mantan Direktur Polinema Awan Setiawan yang diperiksa oleh Kejati.

Sedangkan beberapa minggu lalu Tim 9, tim yang khusus dibentuk untuk pengadaan tanah pengembangan Polinema, juga sudah diperiksa. 

Saat proses pengadaan tanah itu berlangsung, Awan Setiawan menjabat sebagai Direktur Polinema. 

"Kemarin (Kamis 22/2/2024) Pak Awan diperiksa sejak pukul 10.00 sampai pukul 16.00. Ada 54 pertanyaan yang diberikan kepada Pak Awan," ucap kuasa hukumnya mantan Direktur Polinema Awan Setiawan, Didik Lestariono, saat dikonfirmasi awak media, Jumat (23/2/2024). 

Dalam proses penyidikan tersebut, lanjut Didik, diketahui bahwa proses pengadaan tanah tersebut, keputusannya dilakukan oleh Tim 9. 

"Dan tim 9 itu, ada ketuanya sendiri dan penanggung jawabnya. Ketuanya bukan Pak Awan," imbuh Didik.

Selain itu terkait harga tanah sebesar Rp 6 juta per meter persegi (m²). Dimana dari pemeriksaan tersebut didapati bahwa harga itu dinilai telah sesuai. Dan juga telah mengacu pada Perpres 148 tahun 2015 dan Permen ATR/BPN nomor 5 tahun 2012. 

"Intinya bahwa pengadaan tanah di bawah satu hektare tidak perlu menggunakan (jasa) appraisal," tegasnya. 

Bahkan menurutnya, dari pemeriksaan yang dilakukan, kerugian negara diperkirakan muncul akibat sisa pembayaran yang menyisakan 3 termin, diduga dengan sengaja tidak dilanjutkan oleh Polinema di bawah kepemimpinan yang baru. 

"Kan ada sisa tiga termin, totalnya sekitar Rp 20 Miliar, itu pembayarannya terhenti sejak Pak Awan tidak menjabat. Padahal anggaran sudah disiapkan, dan sudah masuk dalam DIPA 2022," jelasnya. 

"Pihak Polinema terancam terkena denda keterlambatan dan berubahnya nilai NJOP tanah dari pemilik tanah. Karena tidak membayar termin yang disepakati dalam akta notaris," pungkasnya.(*)

Editor: Tri Sukma

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow