Fakta tentang Kopi dan Cengkih di Nusantara, Sudah Ada di Abad 15 dan Menjadi Alat Membayar Pajak
NGANJUK, SJP – Pada tahun 1890 di wilayah Kadipaten Brebek, tepatnya di Desa Ngetos, terdapat penyimpanan komoditas hasil pertanian dari tiga wilayah, yakni Ngetos, Sawahan dan Bajulan. Sebagian besar komoditas tersebut berupa kopi dan cengkih.
Kopi dan cengkih merupakan hasil perkebunan yang paling disukai oleh Pemerintah Hindia Belanda kala itu. Dua komoditas itu memiliki nilai tukar yang cukup tinggi. Kopi dan cengkih juga menjadi alat pembayaran pajak rakyat Nusantara kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Belajar sejarah merupakan cara agar generasi muda tidak melupakan jati diri bangsanya. Stimulan untuk generasi muda itu dilakukan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Nganjuk.
Oleh karena itu, Disporabudpar Kabupaten Nganjuk menggelar pameran dengan tema “Jejak Rempah Nusantara”. Kegiatan itu digelar di Museum Anjuk Ladang Kabupaten Nganjuk, mulai 25-27 Oktober 2024.
Seorang Pelestari Situs, Aris Tri Effendi, saat ditemui mengatakan, dewasa ini sejarah sangat penting bagi generasi muda di Nganjuk. Salah satunya kopi dan cengkih yang didapatkan dari bukti otentik rempah Nusantara, dari dokumen Belanda sejak awal tahun 1800.
Penanaman kopi dan cengkih sampai sekarang masih ada. Bahkan terdapat bukti bahwa dua komoditas itu pernah menjadi alat tukar masyarakat untuk membayar pajak kepada Pemerintah Hindia Belanda. Pada zaman belanda, cara pembayaran pajak bukan dari uang.
Pembayaran pajak melalui kopi dan cengkih itu tidak dilakukan per kilogram, melainkan per pikulan. Diharapkan, melalui pameran museum tersebut, para generasi muda dapat belajar tentang sejarah di masa lalu sebagai bekal saat ini dan masa yang akan datang.
"Ingatlah dengan Jasmerah, yakni Jangan melupakan sejarah. Kami berharap museum tidak hanya sekadar pameran yang dikunjungi, namun juga sebagai media pembelajaran siswa sekolah mulai PAUD, TK/RA, SD, SMP dan SMA di Nganjuk," kata Aris.
Menurut dia, sekarang perlu ada inovasi dan kreasi untuk menarik minat pengunjung di Museum Anjuk Ladang. Sejarah bisa digambarkan dan diterjemahkan dengan era kekinian dan menarik.
"Akan tetapi hal itu tidak boleh mengurangi orisinalitas sejarahnya," ucap pria asal Ngetos yang juga Juru pelihara situs itu.
Selain itu, Aris mengajak semua pihak untuk bersama-sama saling menumbuhkan rasa cinta terhadap sejarah. Hal itu untuk melestarikan dan memperkenalkan sejarah kepada generasi penerus.
"Untuk itu, sejarah harus diturunkan kepada anak cucu dengan baik, termasuk para siswa pelajar di Nganjuk," pungkasnya. (*)
Editor: Ali Wafa
What's Your Reaction?