Dari Sumber Kehidupan Menjadi Sumber Krisis Ekologis: MA Tolak Kasasi Gubernur Jatim Soal Pencemaran Sungai Brantas
Menurut survey oleh Ecoton, diketahui bahwa 62,1 warga Jatim menyatakan pengelolaan Sungai Brantas oleh Gubenur Khofifah masuk kategori buruk, dan 88% responden meyakini bahwa Kali Brantas saat ini masih dalam keadaan tercemar.
Surabaya, SJP - Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang dan salah satu yang terpenting di Provinsi Jawa Timur (Jatim), membentang sepanjang lebih dari 320 kilometer, melintasi sejumlah kota besar seperti Malang, Kediri, dan juga Surabaya.
Meski berperan menjadi sumber air dan membantu sektor tani maupun industri wilayah Jatim, nyatanya Sungai Brantas menghadapi tekanan lingkungan yang berat akibat pencemaran dan kerusakan ekosistem yang menjadi ancaman serius bagi masyarakat, maupun keanekaragaman hayati di sepanjang sungai.
Menyangkut permasalahan tersebut, beberapa waktu yang lalu Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah menolak permohonan Kasasi Gubernur Jatim dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait dengan persoalan pencemaran di area Sungai Brantas.
Hal ini tertuang dalam MA Putusan No: 1190K/PDT/2024 yang di keluarkan pada tanggal 30 April 2024 dalam perkara antara Gubernur Jatum dan Menteri PUPR, melawan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON).
Alaika Rahmatullah, selaku Koordinator Advokasi Kali Brantas Ecoton menjelaskan bahwa dengan putusan tersebut, sejatinya pihak Gubernur Jatim dan Menteri PUPR harus melakukan upaya-upaya pemulihan pencemaran Sungai Brantas.
“Pihak tergugat harus melaksanakan 10 putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang dikuatkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 117/PDT/2023/PT.SBY,” ungkap Alaika, Kamis (8/8).
Dirinya juga menyebut bahwa saat ini kerusakan sungai Brantas sudah di luar kendali, ia menyebut bahwa kini Industri bebas membuang limbah tanpa diolah, juga menjamurnya pemukiman akibat abainya PUPR yang mengakibatkan peningkatan volume sampah plastik yang masuk ke Sungai Brantas.
Dalam hal ini Ecoton juga telah melakukan Survey kepada 535 warga di Jawa Timur, hasilnya menunjukkan bahwa 62,1 menyatakan pengelolaan Sungai Brantas oleh Gubenur Khofifah masuk kategori buruk, dan 88% responden meyakini bahwa Kali Brantas saat ini masih dalam keadaan tercemar.
Menurut masyarakat Jawa Timur, pencemaran Kali (Sungai) Brantas bersumber dari sampah plastik dan limbah cair yang dibuang warga ke sungai (73,5 persen), sedangkan 25 persen menyatakan sumber pencemaran sungai berasal dari limbah industri.
Pencemaran dari sektor rumah tangga dirasa muncul dari pembiaran pembangunan rumah-rumah permanen secara brutal di area bantaran sungai, hasil survey juga menyatakan bahwa 67,7 persen warga Jatim menyatakan bantaran sungai Brantas tercemar.
Dalam Putusan PN Surabaya tertulis:
1. Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/ kabupaten yang dilalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati massal di setiap tahunnya
2. Memerintahkan Para Tergugat untuk memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBN 2020
3. Memerintahkan Para Tergugat untuk melakukan pemasangan cctv di setiap outlet wilayah DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan para pembuangan limbah cair.
4. Memerintahkan Para Tergugat melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh DLH di provinsi Jawa timur baik DLH Provinsi maupun DLH Kota/Kabupaten yang melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan NGO di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini pembuangan limbah cair.
5. Memerintahkan Para Tergugat mengeluarkan peringatan terhadap insustri khususnya yang berada di wilayah DAS Brantas untuk mengelola limbah cair sebelum di buang ke sungai.
6. Memerintahkan Para Tergugat melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001
7. Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang (Real Time) alat pemantau kualitas air di setiap outlet Pembuangan Limbah Cair di Sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau industri.
8. Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk melakukan kampanye dan edukasi masyarakat wilayah sungai Brantas , untuk tidak mengko suami ikan yang mati karena limbah industri.
9. Memerintahkan DLH Kabupaten/Kota untuk melakukan koordinasi dengan industri dalam tata cara pengembalian limbah cair yang menjadi tanggung jawab industri.
10. Memerintahkan Para Tergugat untuk membentuk tim SATGAS yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan Limbah Cair di Jawa Timur.
Prigi Arisandi selaku Manager Sains, Seni dan Komunikasi Ecoton menyebut bahwa pihaknya mendesak Gubernur Jatim, Menteri PUPR, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membuat serta menetapkan kebijakan tentang standar prosedur operasi penanganan hingga pemulihan ekologis jika terjadi mati massal terhadap ikan.
“Selama ini kejadian ikan mati masal terus berulang dan tanpa penyelesaian karena penyebab terjadinya ikan mati masal tidak diungkap ke publik dan cenderung di peti es-kan sehingga peristiwa ikan mati masal terus berulang,” ungkap Prigi.
Diungkapkan pula bahwa sepanjang tahun 2022 hingga pertengahan tahun 2024 ini, pohak Ecoton melakukan pemantauan dan menemukan bahwa Industri masih membuang limbah yang menimbulkan perubahan lingkungan dan menimbulkan kontaminasi Mikroplastik, di antaranya bersumber dari:
1. PT Tjiwi Kimia Tbk, Sidoarjo
2. PT Mekaboks International, Mojokerto
3. PT Eratama Megasurya, Mojokerto
4. PT Miwon, Gresik
5. PT Cheil Jedang Ploso, Jombang
6. Pabrik Gula Mojopanggung Tulungagung
7. PT Adiprima Suraprinta
8. PT Dayasa Ariaprima
9. PT AluAksara
"Pembuangan limbah oleh industri itu menimbulkan penurunan kadar oksigen dalam air yang memicu ikan-ikan kekurangan oksigen," pungkas Prigi.
Perlu ditekankan bahwa Sungai Brantas, yang dahulu menjadi salah satu sumber kehidupan utama bagi masyarakat di sekitarnya, kini justru menjadi sumber masalah besar, dan jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan dampaknya akan semakin luas dan sulit untuk dipulihkan. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?