Wartawan Jangan Amnesia Dengan Sejarah Berdirinya Hari Pers Nasional

Kehadiran PWI juga diharapkan mampu menjadi tombak perjuangan nasional menentang kembalinya konolialisme dan dalam menggagalkan negara-negara  boneka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.

10 Feb 2024 - 02:45
Wartawan Jangan Amnesia Dengan Sejarah Berdirinya Hari Pers Nasional

Hari Pers Nasional (HPN) selalu diperingati setiap tanggal 9 Februari, yang bersamaan dengan lahirnya orginasasi kewartawanan yakni Persatuan Wartawan Indonesia, lahir pada 9 Februari 1946, yang kini sudah berusia 78 tahun, atau lahir setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 1945.

Ketentuan HPN itu didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 5 Tahun 1985 dan ditandatangani oleh Presiden Soeharto, pada tanggal 23 Januari 1985.

Penetapan HPN bukan sekadar diskusi pengurus PWI saat kongres di Padang tahun 1978, diusulkan ke pemerintah dan yang ditetapkan dengan Keppres No 5 tahun 1985 oleh Presiden Soeharto, sebagaimana sering disampaikan sebagai argument oleh wartawan anti HPN.

Tanggal 9 Februari sangat jelas maknanya bagi bangsa Indonesia. Sehingga para wartawan harus faham sejarah lahirnya Hari Pers Nasional, sehingga jangan amnesia sejarah.

Setelah kongres di Padang, tepatnya tujuh tahun kemudian, tanggal 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional, bersamaan dengan penanda lahirnya PWI. Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo pun dikenal sebagai Bapak Perintis Jurnalistik Nasional, karena jasanya sebagai perintis jurnalistik nasional.

Dalam sidang Dewan Pers ke-21 di Bandung pada tanggal 19 Februari 1981, usulan tersebut disetujui oleh Dewan Pers untuk disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional. HPN kemudian menjadi ajang silahturahmi dan penyatuan pemikiran untuk kemajuan pers di Indonesia.

Hari Pers Nasional tidak bisa dilepaskan dari fakta sejarah mengenai peran  penting wartawan sebagai aktivis pers dan aktivis politik. Sebagai akivis pers, wartawan bertugas dalam pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional, serta sebagai aktivis politik yang  menyulut perlawanan rakyat terhadap kemerdekaan.

Peran ganda tersebut tetap dilakukan wartawan hingga setelah proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Bahkan, pers kemudian mempunyai peran  strategis dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Pada 1946, aspirasi perjuangan wartawan dan Pers Indonesia kemudian  beroleh wadah dan wahana yang berlingkup nasional pada 9 Februari 1946  

Lahirnya PWI di tengah situasi perjuangan mempertahankan Republik  Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan, yang melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan, serta integritas bangsa dan  negara. Kehadiran PWI juga diharapkan mampu menjadi tombak perjuangan nasional menentang kembalinya konolialisme dan dalam menggagalkan negara-negara  boneka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.

Pers saat ini mendapat tantang baru akibat dari derasnya arus globalisasi. Kemajuan teknologi pada abad 21 ini, menjadi kekhawatiran bagi peran pers yang selalu bersentuhan dengan publik setiap harinya.

Hadirnya media sosial (medsos) seperti, Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan yang terbaru aplikasi Artificial Intelligence (AI), membuat semua orang bisa melakukan pekerjaan seperti wartawan yang bertugas mencari dan menyuguhkan informasi pada publik. Kecepatan informasi yang muncul di media sosial, pun mampu merubah struktur peradaban manusia setiap waktunya. Oleh karena itu, pers kini mendapat ujian terberat, karena harus berhadapan dengan informasi yang datang begitu cepat melalui jejaring medsos.

Penulis: Cahyono, Ketua PWI Malang Raya  

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow