Noe Letto: Pentingnya Ruang Bereksplorasi dan Belajar dari Kesalahan bagi Anak

Keluarga merupakan tempat untuk menjadi diri sendiri, bebas berekspresi, mengeluarkan pendapat tanpa takut akan adanya penghakiman.

06 Aug 2024 - 21:15
Noe Letto: Pentingnya Ruang Bereksplorasi dan Belajar dari Kesalahan bagi Anak
Sabrang Mowo Damar Panuluh atau Noe Letto (Dok. BKKBN/SJP)

Surabaya, SJP - Di era modern yang serba cepat dan penuh tekanan, peran orang tua dalam tumbuh kembang anak menjadi semakin krusial.

Namun realitanya, masih banyak orang tua yang belum sepenuhnya memahami pentingnya pendekatan yang mendukung dan empatik dalam mendidik anak. 

Gaya otoriter yang kerap disalah artikan sebagai didikan yang tegas justru berpotensi untuk menghambat perkembangan emosional dan kognitif anak, padahal hubungan penuh kasih adalah fondasi utama untuk membentuk individu yang percaya diri, mandiri, dan bahagia di masa depan.

Hal itulah yang menjadi perhatian oleh tokoh Intelektual Muslim Indonesia, Sabrang Mowo Damar Panuluh yang mengutarakan, baginya keluarga adalah tempat untuk pulang dengan meletakkan semua topeng-topeng tanpa akan mendapatkan penghakiman.

Menurutnya, keluarga merupakan tempat untuk menjadi diri sendiri, bebas berekspresi, mengeluarkan pendapat tanpa takut akan adanya penghakiman.

"Keluarga adalah tempat melepaskan topeng, maka orang tua harus bisa memberi ruang bagi anak untuk berbicara apa adanya dan melakukan kesalahan apa saja namun tetap diomongkan," kata pria yang akrab disapa Noe Letto itu, Selasa (6/8). 

Vokalis Band Letto ini menambahkan, anak itu harus diberikan ruang untuk mencoba limit dan kadang harus merasakan sebuah efek dari kesalahan yang dilakukan, hal inilah yang jarang dilakukan dalam keluarga yang kerap menghakimi dalan proses mendidik anak.

"Biarkan anak berproses dan melakukan kesalahan, orang tua tidak boleh punya full otoritas terhadap anak, namun orang tua harus menjadi partner dalam tumbuh bersama bagi anak mereka," tegas putra pertama dari budayawan Emha Ainun Nadjib ini.

Hak menarik yang ia terangkan adalah perihal usia, yang mana meski orang tua memang lebih dewasa, namun di era digital saat ini tidak dapat dipastikan bahwa orang tua lebih berpengalaman terhadap digitalis yang saat ini menjadi kebutuhan primer bagi anak-anak.

"Ayah tidak pernah memperlakukan saya sebagai murid atau sebagai orang yang harus dikontrol tapi lebih menerapkan saya sebagai teman diskusi," ungkap Alumnus Universitas Aberta, Kanada itu.

Dirinya menceritakan, salah stau contoh yang dilakukan oleh sang ayah Emha Ainun Najib adalah membiarkan dirinya saat akan menabrak sesuatu, dengan tujuan agar Sabrang pernah merasakan bagaimana menabrak dan konsekuensi yang akan saya terima. 

Maka dalam mendidik anak, Sabrang pun menerapkan pola didik yang sama, sebagai contoh adalah saat mengetahui sang anak akan naik pohon yang basah dan licin, yang besar kemungkinan bahwa sang anak akan jatuh. 

Sabrang membiarkan saja tindakan sang anak yang penuh dengan resiko tersebut dengan tujuan agar anak pernah merasakan apa itu jatuh, meski dirinya tetap menangkap dan meminimalisasi terjadinya trauma atau kerusakan permanen yang akan dialami oleh sang anak ketika terjatuh.

"Saya pernah ngomong, mumpung masih kecil lakukan kesalahan sebanyak mungkin karena efeknya juga kecil tapi kalau sudah dewasa melakukan kesalahan maka efeknya akan lebih besar," imbuhnya.

Di era digital ini, sejatinya para orang tua mulai belajar tentang digital, salah satu contoh mengenal dan belajar bermain game yang biasa dimainkan sang anak, misal roblox tanpa perlu merasa gengsi atau malu.

Tentunya hal itu akan semakin meningkatkan komunikasi keluarga, membangun komunikasi orang tua dan anak yang paling penting,anak akan sangat senang karena merasa orang tua mereka memahami mereka dan keterbukaan antar keluarga akan bisa terjalin. (*)

Editor: Rizqi Ardian 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow