Ini 6 Tradisi Perayaan Natal di Indonesia yang Penuh Makna
Setiap tradisi perayaan Natal tersebut kental dengan budaya asli, sekaligus menyimpan banyak makna mendalam.
Tidak terasa sebentar lagi kita akan memasuki akhir tahun. Itu artinya, dalam hitungan hari, kita akan menyambut perayaan Natal yang jatuh setiap tanggal 25 Desember.
Berbicara tentang Natal, tahukah Sobat Parekraf, ternyata setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi perayaan Natal yang berbeda-beda dan unik, lo!
Bukan sekadar menghias pohon Natal dengan berbagai ornamen. Tradisi perayaan Natal di berbagai daerah di Indonesia menjadi simbol kebersamaan yang telah dilakukan secara turun-temurun secara zaman nenek moyang.
Bahkan, setiap tradisi perayaan Natal tersebut kental dengan budaya asli, sekaligus menyimpan banyak makna mendalam.
Lebih lengkapnya, dilansir dari laman resmi Kemenparekraf, Sobat SJP harus tahu, 6 tradisi Natal di Indonesia yang terkenal unik dan penuh makna. Yuk, scroll :
Rabo-Rabo (Jakarta)
Di balik kota Metropolitan yang terkenal dengan gaya hidup modern, Jakarta memiliki tradisi Natal yang terkenal unik dan masih dilestarikan sampai sekarang, yakni Rabo-Rabo.
Tradisi Rabo-Rabo bisa ditemukan di Kampung Tugu, Kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Kawasan ini disinggahi sekelompok pemeluk agama Kristen keturunan Portugis.
Dilakukan setiap menjelang Hari Natal, Rabo-Rabo diartikan sebagai “Ekor-Mengekor”, atau dalam bahasa Kreol Portugis adalah dilakukan dengan berkeliling area kampung dan mengunjungi rumah-rumah kerabat, sambil menyanyikan lagu keroncong.
Di puncak perayaan Rabo-Rabo akan dilakukan tradisi mandi-mandi, yaitu menggambar wajah satu sama lain dengan bedak putih.
Menurut kepercayaan, kegiatan tersebut menyimbolkan penebusan dosa dan pengampunan, serta untuk memulai dan menyambut Tahun Baru dalam keadaan bersih.
Wayang Wahyu (Yogyakarta)
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga memiliki tradisi Natal yang tidak kalah unik dan menarik diikuti. Berbeda dengan sebelumnya, tradisi Natal di Yogyakarta dimeriahkan dengan pentas kesenian Wayang Wahyu, yaitu pertunjukan wayang kulit yang diangkat dari cerita-cerita di Alkitab.
Wayang Wahyu tak hanya pentas kesenian wayang “biasa”, tapi juga menjadi sarana untuk menyampaikan wahyu atau firman Tuhan. Menariknya lagi, tradisi Wayang Wahyu pun menjadi sarana untuk menunjukkan akulturasi budaya dan simbol toleransi keberagaman.
Ngejot dan Penjor (Bali)
Terkenal sebagai daerah dengan toleransi agama yang sangat tinggi, jangan heran jika Sobat SJP akan menemukan tradisi keagamaan setiap agama di Bali. Termasuk salah satunya adalah tradisi Natal yang dikenal dengan tradisi Ngejot dan Penjor.
Singkatnya, Ngejot adalah tradisi Natal yang dilakukan dengan saling berbagi makanan. Uniknya, makanan yang disajikan disesuaikan dengan agama masing-masing setiap orang.
Sementara itu, Penjor adalah tradisi memasang bambu-bambu tinggi melengkung yang merupakan bentuk syukur terhadap anugerah Tuhan.
Marbinda dan Marhobas (Sumatra Utara)
Masyarakat Batak Toba, Sumatra Utara juga punya tradisi perayaan Natal yang tidak kalah menarik, yaitu Marbinda dan Marhobas.
Marbinda adalah tradisi menyembelih hewan menjelang Hari Raya Natal. Sedangkan, Marhobas adalah tradisi memasak hasil sembelih yang dilakukan oleh para pria.
Makna dari tradisi Natal Marhobas dan Marbinda tidak sekadar simbol kebersamaan dan pengingat persaudaraan antara masyarakat saja. Tapi, sebagai wujud dari rasa syukur kepada Tuhan.
Meriam Bambu (Flores)
Selanjutnya adalah tradisi Natal yang dilakukan di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu Meriam Bambu. Tradisi Meriam Bambu merupakan salah satu tradisi Natal di Indonesia yang sangat meriah, dan sudah dilakukan sejak 1980-an.
Dulunya, suara menggelegar dari meriam bambu dilakukan untuk memberikan kabar duka. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi Natal satu ini digunakan untuk mengekspresikan kegembiraan atas kelahiran Yesus Kristus.
Kunci Taon (Sulawesi Utara)
Satu lagi tradisi Natal di Indonesia yang tidak kalah unik adalah Kunci Taon. Tradisi Natal yang banyak dijumpai di Kota Manado, Sulawesi Utara ini secara harfiah diartikan dengan “mengunci tahun”. Tradisi Natal di Manado ini resmi dimulai sejak memasuki bulan Desember.
Tradisi Natal Kunci Taon dimulai dengan serangkaian ibadah di gereja dan dilanjutkan dengan kegiatan ziarah ke makam kerabat.
Uniknya, kebanyakan masyarakat Manado akan meletakkan lampu hias di atas makam saat berziarah.
Namun, puncak perayaan Natal baru akan berlangsung pada Minggu pertama di bulan Januari. Tradisi Kunci Taon ditutup dengan pawai keliling menggunakan kostum-kostum unik. (**)
Editor : Rizqi Ardian
Sumber : Kemenparekraf
What's Your Reaction?