Gugatan Dekan FAHUM UINSA Surabaya Lanjut Bergulir ke PTUN
Gugatan ini telah didaftarkan ke PTUN Surabaya dengan nomor perkara 113/G/2024/PTUN.SBY. Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan telah dijadwalkan pada tanggal 21 Agustus 2024.
Surabaya, SJP - Polemik sengketa akademis yang melibatkan Prof. Dr H Muhammad Kurjum, mantan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAHUM) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, lanjut bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, Jumat (16/8).
Gugatan ini telah didaftarkan ke PTUN Surabaya dengan nomor perkara 113/G/2024/PTUN.SBY. Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan telah dijadwalkan pada tanggal 21 Agustus 2024.
Dalam keterangannya, diketahui Prof. Kurjum menggugat rektorat UINSA atas Surat Keputusan (SK) pemberhentiannya sebagai dekan.
Melalui kuasa hukumnya, Mahfud MG SH, menyatakan bahwa proses pemberhentian dalam rotasi jabatan dimaksud, tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Mahfud berpendapat bahwa SK pemberhentian tersebut cacat hukum, karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 56 Tahun 2015 tentang statuta UIN Sunan Ampel Surabaya.
Disebutkannya, salah satu poin penting dalam gugatan ini adalah penggunaan istilah "Dekan Antar Waktu" dalam proses rotasi jabatan. Kuasa hukum Prof. Kurjum berpendapat bahwa penggunaan istilah tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dalam gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) atas keluarnya SK pemberhentian Pof Kurjum sebagai Dekan FAHUM, kata Mahfud ini penting, jangan sampai kampus menjadi ajang sentimen kelompok, atas implikasi hukum yang berdampak preseden buruk pada sebuah lembaga pendidikan perguruan tinggi.
Di dalamnya tertuang, sebutnya, selain membatalkan SK pemberhentian, Prof. Kurjum juga meminta agar pimpinan UINSA merehabilitasi nama baiknya. Pihaknya berargumen bahwa proses pemberhentian yang dianggap tidak sah telah merugikan reputasi Prof. Kurjum.
Menurutnya, sengketa ini menyoroti pentingnya tata kelola yang baik, dalam sebuah lembaga pendidikan tinggi.
Sebab, dalih pendapat kuasa hukum penggugat sampaikan, pada No Perkara : 113/G/2024/PTUN.SBY dalam gugatan dimaksud, dianggapnya jadi dasar atas dugaan unsur kelalaian dari pihak pimpinan UINSA, dalam penerapan aturan pemberhentian dekan.
Selain tidak sesuai dengan Permenag no 56 tahun 2015 tentang statuta UIN Sunan Ampel Surabaya dan penerapan SK nomor 592 tahun 2024 tentang pengangkatan "Dekan Antar Waktu" (DAW), muncul saat rotasi jabatan pada fakultas adab dan humaniora (Fahum) UINSA masa jabatan 2022-2026.
"Gugatan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum terkait proses pemberhentian seorang dekan dan menjadi preseden bagi kasus-kasus serupa di masa mendatang," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, sejak Senin (27/5), Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Akh Muzakki, MA, Grad Dip SEA, MPhil, PhD, sudah melantik empat orang untuk menempati jabatan baru, termasuk Prof Dr H Achmad Zaini, MA, yang menggantikan Prof Kurjum sebagai Dekan FAHUM.
Adapun saat itu, Rektor UINSA Surabaya, Prof. Akh. Muzzaki, berpesan kepada para pejabat baru agar mengemban amanah dengan sebaik-baiknya dan tidak hanya fokus pada jabatannya saja. (*)
Editor: Rizqi Ardian
What's Your Reaction?