Kerapan Sapi Brujul Probolinggo, Bermula dari Kebiasaan Petani Sebelum Tanam Padi
Informasi yang dihimpun dari warga setempat, dulu kala ketika pertanian masih menggunakan alat tradisional, masyarakat setempat selalu berkumpul di sawah. Terutama ketika memasuki masa tanam padi.
Kota Probolinggo, SJP - Kerapan sapi brujul sebetulnya bukan resmi suatu kompetisi. Melainkan lahir dari para petani yang bosan dan menunggu waktu tanam padi berlangsung.
Informasi yang dihimpun dari warga setempat, dulu kala ketika pertanian masih menggunakan alat tradisional, masyarakat setempat selalu berkumpul di sawah. Terutama ketika memasuki masa tanam padi.
Sebab untuk mengolah sawah saat itu, dibutuhkan tenaga ekstra. Termasuk menggunakan pembajak sawah yang ditarik sepasang sapi. Sawah petani pun termasuk masih luas kala itu, sekitar tahun 1950-an.
“Dulu cerita mbah buyut saya itu, kalau sudah sore, sawah sudah terbajak dengan baik dan siap tanam, mbah dan teman-temannya itu balapan sapi brujul ini, sambil menunggu matahari tenggelam,” kenang salah satu peserta kerapan, Rohman, Minggu (02/06/2024).
Para pembajak sawah itu, adu cepat di atas sawah yang sudah terisi air dan lumpur. Sementara sisanya, berada di pematang sawah sambil bersorak. Keseruan itu lambat laun menjadi momen yang selalu dinanti.
Riuh gemuruh sorakan penonton di pematang sawah mengundang masyarakat sekitar untuk menonton. Hingga akhirnya, kerapan sapi menjadi warisan turun temurun pada petani setempat.
Dilansir dari laman resmi Pemkot Probolinggo, 18 Oktober 2019, kerapan sapi brujul ini ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud RI. Hal ini memastikan, budaya kerapan sapi brujul tidak bisa lagi diklaim sebagai kebudayaan daerah lain. Kerapan sapi brujul menjadi identitas dan keberagaman budaya di Probolinggo.
What's Your Reaction?