Masa Depan Buruh Perempuan di Sektor Rokok dalam Bahaya

Serikat pekerja di sektor tembakau mengungkapkan kekhawatiran tentang dampak negatif dari kebijakan restriktif yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK)

18 Oct 2024 - 06:01
Masa Depan Buruh Perempuan di Sektor Rokok dalam Bahaya
Ilustrasi petani tembakau. ( Foto: Istimewa )

Suarajatimpost.com - Serikat pekerja di sektor tembakau mengungkapkan kekhawatiran tentang dampak negatif dari kebijakan restriktif yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).

Salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek pada RPMK, yang dinilai akan menguntungkan produsen rokok ilegal dan mengancam industri rokok legal.

Ketua PD FSP RTMM SPSI Jawa Barat, Ateng Ruchiat, menyatakan bahwa perwakilan serikat pekerja sangat khawatir tentang dampak dua regulasi yang diusulkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tersebut, terutama bagi para pekerja di industri hasil tembakau, banyak di antaranya adalah perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah.

Ateng menekankan bahwa mayoritas pekerja di sektor ini adalah ibu-ibu dengan pendidikan terbatas. Banyak dari mereka hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dan akan kesulitan menemukan pekerjaan lain jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Pekerja sektor industri hasil tembakau itu kebanyakan ibu-ibu yang pendidikannya terbatas. Kebanyakan dari mereka hanya lulusan SD dan tidak memiliki keahlian lain untuk bersaing di bidang lain,” ujarnya.

Pernyataan ini menunjukkan betapa rentannya posisi pekerja tersebut terhadap perubahan regulasi yang dapat merugikan industri tembakau. Ateng menambahkan bahwa kebijakan baru seperti kemasan rokok polos berpotensi memperburuk situasi mereka.

Jika kebijakan ini dilaksanakan, ada kekhawatiran bahwa produk rokok ilegal akan semakin mudah bersaing dengan produk resmi yang membayar cukai secara teratur. Ini tidak hanya mengancam industri yang patuh pada aturan, tetapi juga dapat mengurangi pendapatan negara dari cukai hasil tembakau.

"Dalam jangka panjang, tekanan yang semakin besar pada industri tembakau legal diperkirakan menyebabkan PHK massal, terutama di kalangan para pekerja yang sebagian besar adalah ibu-ibu berpendidikan rendah," tegasnya.

Selain isu kemasan rokok polos, serikat pekerja juga menyoroti kurangnya perhatian pemerintah terhadap aspirasi mereka. Ateng mengungkapkan bahwa hingga kini, serikat pekerja belum pernah diundang untuk berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan.

Keadaan ini memicu kemarahan di kalangan buruh, sehingga pada 10 Oktober 2024, serikat pekerja FSP RTMM SPSI memutuskan untuk menggelar aksi unjuk rasa di Kemenkes. Tidak hanya pekerja tembakau, tetapi juga pekerja dari sektor industri makanan dan minuman turut berpartisipasi karena merasa dirugikan oleh PP 28/2024.

Dalam aksi tersebut, para demonstran menegaskan dua langkah konkret yang akan diambil jika tuntutan mereka tidak ditanggapi. Langkah pertama adalah mengajukan judicial review terhadap kebijakan yang dianggap merugikan industri padat karya. 

"Kedua, jika tidak ada tanggapan yang memuaskan, kami berencana menggelar aksi yang lebih besar di masa mendatang," tambahnya.

Aksi di Kemenkes ini menandai langkah penting bagi pekerja dalam memperjuangkan hak mereka. Dalam situasi ketidakpastian regulasi yang mengancam industri hasil tembakau, Ateng berharap pemerintah dapat mendengarkan dan mempertimbangkan nasib pekerja yang terancam. Menurutnya, dukungan terhadap industri ini adalah dukungan bagi ribuan keluarga yang bergantung pada sektor tembakau.

Menjelang pelantikan pemerintahan baru, Ateng dan para pekerja merasa optimis dan berharap ada perubahan kebijakan yang lebih positif untuk keberlanjutan tenaga kerja di industri tembakau. 

"Kami optimistis dengan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Pak Prabowo. Harapan kami, beliau akan mengeluarkan kebijakan yang lebih positif untuk industri hasil tembakau, sehingga kelangsungan pekerjaan para buruh, terutama ibu-ibu, dapat terjaga dan kesejahteraan mereka beserta keluarganya bisa meningkat," pungkasnya. (**)

sumber: investor.id
Editor : Rizqi Ardian

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow